Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Covid-19, Stok Pangan dan Strategi Redam Impor

Diperbarui: 27 Maret 2020   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Stok Pangan dan Terganggunya Produksi Pangan

11 Komoditas pangan utama dan pokok  yang menjadi penyediaan, penyaluran dan stabilitas harga adalah beras, jagung, daging ayam, daging sapi, telur, minyak goring, gula pasir, cabai, cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih.

Data Kementerian Pertanian memperkirakan pasokan ketersediaan pangan strategis nasional untuk Maret-Agustus 2020, yaitu untuk beras tersedia 25,6 juta ton dari kebutuhan 15 juta ton. Sementara jagung memiliki ketersediaan sebanyak 13,7 juta ton dari total kebutuhan 9,1 juta ton; bawang merang tersedia 1,06 juta ton dari kebutuhan 701.483 ton; cabai besar tersedia sejumlah 657.467 ton dari total kebutuhan 551.261 ton. 

Sementara daging kerbau/sapi tersedia sebanyak 517.872 ton (290.000 ton diantaranya berasal dari import) dari kebutuhan 376.035 ton; daging ayam ras tersedia 2 juta ton dari kebutuhan 1,7 juta ton dan minyak goring 23,4 juta ton dan kebutuhan nasional 4,4 juta ton.

Dari 11 komoditas tersebut hingga Agustus 2020 masih cukup ketersediaanya jika melihat antara perkiraan produksi dan stok akhir Mei 2020, hanya 2 bahan pokok dimungkinkan tidak mampu memenuhi kebutuhan yaitu daging sapi/kerbau dan bawang putih (ketergantungan dengan import dari china). Namun secara keseluruhan neraca kebutuhan pangan sampai Agustus 2020 aman dan tersedia dalam jumlah yang cukup.

Asumsi ketersediaan 11 pangan strategis nasional tersebut belum memperhitungan kondisi dan dampak global merebaknya Covid-19 yang hampir manjangkau seluruh dunia baik maju dan bekembang termasuk Indonesia sebagai negara agraris penghasil berbagai sumber pangan utama. 

Efek yang paling dimungkinkan saat ini adalah terjadinya gangguan lalu lintas perdagangan terutama melalui ekspor dan impor pangan. Masing-masing negara lebih memilih membatasi aktivitas masuk dan keluar pangan karena berpotensi penularan dan konsentrasi mencegah dan melindungi warganya dari ganasnya Covid 19.

Berdasarkan data resmi pemerintah per 26 Maret 2020, bahwa sebaran Covid-19 telah menyebar ke 27 provinsi dengan jumlah total pasien positif tertular virus corona atau terjangkit covid-19 mencapai 893 orang; dirawat sejumlah 780 orang, meninggal 78 orang dan sembuh 35 orang. 

Pasien sejumlah 893 tersebut tersebar di 4 provinsi utama yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur dan jika dicermati dari trendnya semakin meningkat ditengah keterbatasan tenaga medis dan Alat Pengaman Diri (APD) serta belum serempak dan tegasnya pemerintah untuk mengambil kebijakan Lock Down nasional. 

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui pernyataan resminya menghimbau pemerintah untuk segera memberlakukan " Lock Down"", namun pemerintah menjawab dengan "Karantina". Tentu ini kebijakan yang dikwatirkan banyak pihak terutama jika penyebaran Covid-19 ini meluas hingga ke perdesaan atau sentra-sentra produksi pangan di Indonesia kalaupun tidak masyarakat/petani mengalami kepanikan untuk berpoduksi karena situasi saat ini.

Pemerintah harus mencermati dan serius dalam membaca situasi tersebut karena erat kaitanya dengan ketersediaan pangan dan keberlanjutan produksi, pada saat yang bersamaan situasi transaksi mengalami gangguan karena kebijakan karantina dan menjaga jarak (pasar up normal). Hal ini selaian berimbas pada terganggunya aktivitas usahatani dan produksi, dimungkinkan terjadi penumpukkan barang/hasil panen yang berujung pada kerugian petani dan anjloknya harga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline