Luas, Produksi, Harga dan Proyeksi Produksi Tebu 2020
Perkembangan Luas Panen Tebu di Indonesia Secara umum, luas panen tebu di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 1980. Pada tahun 1980, luas panen tebu di Indonesia hanya seluas 316.063 ha. Luas ini kemudian meningkat sebesar 50,96% menjadi 477.123 ha pada tahun 2013 dan diperkirakan akan kembali meningkat menjadi sebesar 472.693 ha di tahun 2016. Peningkatan luas panen ini lebih disebabkan oleh adanya peningkatan pada luas panen tebu di Perkebunan Rakyat. Hal ini dikarenakan sebagian besar perkebunan tebu di Indonesia diusahakan oleh petani tebu rakyat. Sejak tahun 1980, rata-rata kontribusi perkebunan tebu rakyat mencapai 59,96%, tertinggi dibandingkan kontribusi dari perkebunan tebu milik perusahaan (PBN atau PBS).
Produksi Tebu Indonesia di tahun 2014, berdasarkan Angka Tetap Statistik Perkebunan Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2015), tercatat sebesar 2.579.173 ton. Produksi ini berasal dari 477.123 ha luas panen perkebunan tebu yang hanya berada di Provinsi Sumatera Utara, Gorontalo, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sentra produksi Tebu di Indonesia rata-rata tahun 2012-2016 (angka sementara) utamanya adalah Provinsi Jawa Timur dengan rata-rata produksi mencapai 1.283.810 ton atau 49,14% produksi tebu nasional. Sentra produksi tebu lainnya adalah Lampung dengan rata-rata produksi 759.935 ton (29,09%), Jawa Tengah dengan rata-rata produksi 274.946 ton (10,52%), Jawa Barat rata-rata produksi 87.211 ton (3,34%), dan Sumatera Selatan dengan rata-rata produksi 89.659 ton (3,43%).
Rata-rata harga gula di pasar domestik pada tahun 2014 mencapai Rp.10.859 per kg, lebih rendah jika dibandingkan harga gula tahun sebelumnya yang hanya Rp.11.923 per kg. Tingkat konsumsi gula pada tahun 2015 berdasarkan hasil SUSENAS yang dilakukan oleh BPS mencapai 6,805 kg/kapita/tahun. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2013, Indonesia dikenal sebagai produsen ketiga dengan luas panen tebu terbesar kedua diantara negara-negara anggota ASEAN. Adapun di dunia, Indonesia tercatat sebagai penghasil tebu terbesar kesepuluh dengan luas panen tebu terbesar ketujuh di dunia.
Hasil proyeksi produksi tebu di tahun 2020 mencapai 2.803.800 ton. Sementara proyeksi konsumsi langsung gula ditahun yang sama mencapai 1.360.753 ton. Proyeksi konsumsi ini belum menggambarkan konsumsi gula dikarenakan proyeksi disusun menggunakan data konsumsi dari SUSENAS. Untuk itu dengan informasi dari Tabel Input dan Output dimana penggunaan gula untuk konsumsi rumah tangga adalah 51,20%, untuk industri, rumah makan dan jasa mencapai 46,98% serta sebesar 1,82% sisanya adalah penggunaan lainnya, maka diperoleh konsumsi total gula ditahun 2020 adalah 2.662.541 ton.
Stok Domestik dan Selisih Impor
Produksi gula nasional 2017 diprediksi hanya menyentuh angka 1,2 juta ton, sementara kebutuhan gula nasional mencapai angka 3 juta ton atau mengalami kekurangan sebesar 1,8 juta ton. Untuk menutupi kekurangan ini tidak mungkin produksi gula dalam negeri mencukupi kebutuhan nasional, sehingga diperlukan kebijakan impor. Jumlah (gula) yang diimpor, tergantung hasil produksi (gula) yang dihasilkan domestik. Meski produksi gula nasional belum mencukupi kebutuhan dalam negeri, pemerintah mengeluarkan regulasi terhadap harga gula di pasaran tidak akan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Untuk HET gula pemerintah mematok harga Rp 12.500. Diharapkan kebijakan ini tidak hanya berlaku di toko modern macam ritel saja, tapi juga di pasar tradisional di seluruh Indonesia sehingga produsen dan konsumen sama-sama diuntungkan. Atas kekurangan kebutuhan dalam negeri tersebut Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan izin impor gula mentah(Raw Sugar) untuk memenuhi kebutuhan gula nasioanal pada tahun 2016 sebesar 1.5 juta ton. Namun di awal tahun 2017 ini, Kemdag kembali mengeluarkan kembali izin impor gula.
Data menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap gula industri pada tahun 2017 diprediksi mencapai sebesar 3.5 juta ton dan sebagai perbandingan pada 2016, Kemdag telah mengeluarkan izin impor gula sebesar 3.22 juta ton. Sementara itu, kebutuhan gula konsumsi pada tahun 2017 di prediksikan mencapai 2.7 juta ton. Sementara itu, produksi gula konsumsi pada tahun 2016 mencapai 2.2 juta ton. Jadi kekurangan gula mencapai 400.000 ton kebutuhan gula yang harus dipenuhi pemerintah. Diperkirakan, pada tahun 2017, kebutuhan gula nasional mencapai 2.5 juta ton. Walau demikian, kebutuhan gula konsumsi masih belum bisa terpenuhi. Sehingga total keseluruhan kebutuhan gula industri dan gula konsumsi mencapai 5.7 juta ton
Polemik Produksi Tebu, Perdagangan Gula dan Solusinya
Terjadinya penurunan rendemen tebu yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh ketidakpahaman para petani dalam melakukan system tanam tebu. Hal ini dikarenakan tanaman keprasan tebu yang seharusnya di panen maksimal 3-4 kali, oleh petani Indonesia dijadikan 8-10 kali panen. Bagi petani selain menghemat biaya dalam hal pembibitan juga menghemat tenaga kerja bongkar maupun tanam. Namun hal ini mengakibatkan jumlah rendemen berkurang hingga 7,5 % sedangkan standar minimal rendemen yang digunakan untuk gula 12 %. Dengan sedikitnya rendemen yang dihasilkan sering kali petani di monopoli dalam hal penjualan hasil komoditas biasanya dihargai jauh di bawah normal.