Indonesia pada masanya pernah mengalami kejayaanya dalam hal produksi tebu dan tingginya rendemen terutama pada masa penjajahan Belanda beberapa abad yang lalu. Hal ini menjadi menarik jika dikaitkan dengan realita saat ini dimana permasalahan kebutuhan gula sangat tergantung dari impor karena supply domestik tidak mampu memenuhi kebutuhan. Banyak kendala yang telah diungkap dan menjadi bahan diskusi banyak pihak baik perguruan tinggi, praktisi bahkan pemerintah sehingga mengarah pada titik pemecahan kendala tersebut hingga berujung pada langkah strategis mencapai swasembada(stop import) dan beralih menjadi eksportir dunia.
Gula dengan komoditas tebunya tidak bisa pandang masalah sederhana untuk dimasa mendatang karena sangat berpengaruh pada eksistensi petani dan menimbulakn inflasi jika masalah di pertebuan tidak segera di selesaikan dengan baik dan tepat. Pesatnya perkembangan kebutuhan gula sementara peningkatan produksi relatif belum seimbang menjadikan Indonesia sebagai importir gula baik untuk gula kristal mentah (raw sugar) maupun gula industri (refined sugar).
Pengembangan industri gula (pengolahan tebu) harus dilakukan secara terpadu mulai dari perkebunan, pengolahan, pemasaran dan distribusi yang didukung oleh pemangku kepentingan termasuk lembaga pendukung seperti litbang, SDM, keuangan/perbankan dan transportasi. Industri gula di Indonesia terdiri dari beberapa industri yaitu 59 pabrik gula (PG) dan 8 pabrik gula rafinasi (PGR).
Prospek industri gula nasional pada tahun 2016 tidak berbeda jauh dengan kondisi tahun 2015. Kebutuhan gula nasional setiap tahunnya masih akan terus bertambah, seiring dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat dan pertumbuhan sektor makanan dan minuman. Kebutuhan gula tahun 2016 adalah 5,69 juta ton namun produksi gula diprediksi akan berada di kisaran 5,5 juta ton. Pertumbuhan produksi gula tidak melaju cepat dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar 5,3 juta ton. Produksi gula Indonesia menurun akibat adanya pengaruh cuaca ekstrim, yaitu El Nino sepanjang tahun 2015.
Hal ini mengakibatkan Indonesia mengalami kekurangan produksi gula dibandingkan kebutuhan konsumsi. Kekurangan kebutuhan gula diatasi dengan melakukan impor gula. Sebagian besar gula yang diimpor adalah gula rafinasi, yaitu gula untuk memenuhi permintaan kebutuhan industri makanan dan minuman. Selama ini Indonesia banyak mengimpor gula dari Thailand, selain dari Australia dan Brazil.
Dari sisi produksi, produsen terbesar gula di dunia adalah Brazil dengan total produksi 36 juta ton per tahun. Produksi Indonesia hanya sebesar 2,25 juta ton per tahun atau sebesar 1,3% dari total produksi gula dunia. Produksi gula di Indonesia masih rendah dibandingkan potensi yang ada. Target swasembada yang dicanangkan pemerintah belum dapat berjalan dengan baik. Selain pengaruh El Nino, tidak adanya penambahan kapasitas produksi gula dan areal lahan tebu adalah alasan utama kenapa produksi gula Indonesia kecil.
Faktor resiko penting di industri gula adalah kondisi cuaca ekstrim yang bisa mengancam hasil panen tebu. Cuaca (agroklimat) ekstrim dan kekeringan berlangsung sejak tahun lalu akan memberikan pengaruh pada capaian produksi gula tahun 2016. Rendemen tahun ini diperkirakan turun dibanding 2015 akibat gangguan cuaca. Pada 2015 secara nasional tingkat rendemen sebesar 8.28% disebabkan iklim kering, sehingga proses pembentukan gula dalam tanaman tebu lebih cepat. Pada tahun 2016, cuaca ekstrim diperkirakan akan terjadi pada musim kering Nino) sekitar pertengahan sampai akhir tahun.
Produktivitas adalah faktor penting yang menentukan kinerja perkebunan gula. Produktivitas gula di Indonesia sebesar 5,2 ton gula per hektar. Dengan asumsi tingkat rendemen 7,5% maka dapat dihasilkan gula sejumlah 2,55 juta ton per tahun. Sampai dengan tahun 2015, areal perkebunan tebu adalah 487 ribu. Padahal dengan memperluas areal, minimal menjadi 700 ribu hektar, swasembada gula akan dapat tercapai. Perluasan lahan ini adalah kendala utama peningkatan produksi gula nasional.
Dengan luas areal tanaman tebu 487 ribu hektar dan tingkat produktivitas sekarang hanya menghasilkan sekitar 5 ton gula per tahun. Faktor lain yang menentukan kinerja perkebunan adalah kapasitas produksi. Saat ini, Indonesia mempunyai 62 pabrik gula dengan kapasitas produksi 213 ribu TCD. Dengan meningkatkan kapasitas produksi dan meremajakan mesin-mesin produksi gula, dapat memproduksi gula lebih banyak per tahunnya.
LangkahSwasembada dan Menjadi Eksportir Gula.
Karena masalah utamanya pada rendahnya produksi, pemerintah melalui Kementerian pertanian memiliki tanggungjawab penuh dan berat dalam membangun swasembada gula nasional hingga mampu menjadi eksportir dalam konteks sebagai negara lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Berbagai program dan kegiatan telah di tempuh oleh pemerintah sebelumnya, namun diperlukan penyempurnaan dan langkah-langkah yang efektif dan operasional. Program peningkatan produksi tebu menjadi suatu kewajiban yang tidak terelakkan untuk menompang pemenuhan kebutuhan yang harus tereskalasi sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan makin beragamnya industri makanan dan minuman masyarakat yang menggunakan gula sebagai unsur pemanis berkalori.