Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Pala yang Menjanjikan dan Ganjalan Pasar Dunia

Diperbarui: 13 Juni 2017   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melimpahnya luas dan jumlah sumberdaya pertanian Indonesia tidak bisa diragukan lagi baik oleh masyarakat domestik dan manca negara. Indonesia selain sebagai sumber /sentra sumber pangan dunia juga terkenal sebagai penghasil rempah-rempah dari tanaman perkebunan selain meiliki jumlah yang besar juga meiliki daya pikat pasar dunia karena citra rasanya. Tidak hanya pertumbuhanya di daerah tropis namun Tuhan juga telah menganugerahkan potensi tersebut menyembar dihampir semua wilayah dari sabang hingga merauke. Hamparan tanaman perkebunan tersebut sepanjang sejarah menjadi rebutan para penjajah dan karena kekayaan rempahnyalah penjajah khususnya dari eropa (belanda, inggris, portugal dan spanyol)  mengeksplotasi Indonesia untuk kepentingan negaranya. Daya tari k rempah inilah yang membuat pertahan penjajah hampir 3 abad mengangkangi Indonesia sehingga mereka mendapatakan keuntungan yang sangat besar. 

Komoditas perkebunan selain memiliki nilai tambah tinggi juga menjadi bagian penting dari sumber penghasilan sebagian besar masyarakat Indoensia yang telah mendapatkan warisan teknis budidaya dan cara pengolahannya walaupun masih cenderung tradisional. Untuk itu upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan pertumbuhan sektor ini masih menjadi PR besar pemerintah dan stake holder lainnya. Salah satu komoditas yanag masih eksis dan menjadi kebutuhan dunia adalah buah pala. 

Pala (Myriistica Fragarant Houtt) merupakan salah satu komodity pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi, disamping jenis komodity pertanian ekonomis lainnya.  Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan atau asinan, biji dan fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, bumbu, makanan kaleng, pengawetan ikan dan makanan lainnya.

Disamping itu minyak pala hasil penyulingan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, makanan, minuman, obat-obatan dan sebagainya  Sementara itu permintaan pasar dunia akan pala dan minyaknya setiap tahun terus meningkat dan tidak kurang dari 60% kebutuhan pala dunia didatangkan dari Indonesia  Dalam rangka ikut serta meningkatkan devisa negara melalui export non migas, memperluas lapangan kerja dan melihat prospek pala yang menjanjikan harapan baik tersebut maka sudah waktunya tanaman pala perlu mendapatkan perhatian dan penanganan untuk dikembangkan secara luas diprovinsi Jawa Barat.  Pala Indonesia lebih disukai oleh pasar dunia, karena mempunyai beberapa kelebihan dibanding pala dari negara lain. Kelebihannya antara lain rendemen minyaknya yang tinggi dan memiliki aroma yang khas.  Jenis pala Myritica Fragarant Houtt, para petani pala kebanyakan menyebutnya sebagai pala asli, jenis ini merupakan jenis umum yang diusahakan di Indonesia. Biji maupun fuli memiliki mutu yang tinggi, karena jenis inilah yang banyak diminta pasar dunia.

Indonesia memasok 66-77% kebutuhan pala dunia. Luas pertanaman pala tahun 2014 mencapai 147.377 ha [produksinya 26.468 ton]. Total ekspor pala tahun 2012 mencapai lebih dari 12,8 ribu ton senilai US $ 140,018. Ekspor pala Indonesia ke Eropa, umumnya melalui Negara Belanda (27%) dan Jerman (23%). Kendala utama ekspor pala adalah kontaminai aflatoksin. Istilah aflatoksin berasal dari kata “Af” yaitu Aspergillus flavusdan “toksin” adalah racun.  Racun yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus. Ada 20 spesies Aspergillus penghasil aflatoksin (Baranyi et al., 2013). 2 spesies terpenting adalah A. flavus dan A. Parasiticus.Aspergillus  merupakan jamur saprofit dan banyak hidup dalam tanah untuk siklus hidup bahan organik tanah. Aspergillus banyak mengontaminasi produk hasil pertanian dan makanan. Faktor Utama Penyebab Tingginya Aflatoksin Pada Pala: (1) Kadar Air Tinggi, (2) Biji Rusak, dan (3) Kontaminasi Jamur Aspergillus.

Kesimpulan yang dapat di ambil dari hal tersebut adalah, bahwa : (1) Aflatoksin menjadi masalah utama ekspor pala dari Indonesia, (2) Cemaran aflatoksin sudah merata di semua rantai pasar dan melebihi batas maksimal, (3) Faktor utama pemicu cemaran aflatoksin adalah proses pasca panen, terutama pengeringan, yang masih tradisional [tidak menggunakan alat pengering], (4) Penerapan SOP Pascapanen pala di petani masih lemah, dan (5) Harga pala belum berdasarkan pada kualitas/mutu. Menyikapi permasalahan tersebut perlu di tempuh solusi atau pendekatan melalui: (1) Penyuluhan kepada petani, pedagang dan eksportir tentang cara penanganan pasca panen pala, (2) Mendorong pembuatan dan penggunaan alat pengering biji pala (skala petani dan pengepul), (3) Monitoring dan menerbitkan sertifikasi mutu pala ekspor, (4) Penetapan harga pala berdasarkan klasifikasi mutu, dan (5) Memperbaiki standar mutu pala.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline