Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Pemimpin Baru Jakarta

Diperbarui: 8 Mei 2017   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesta demokrasi DKI Jakarta sudah usai dan berjalan aman dan tidak terjadi suatu apapun sebelaumdan sesudahnya. Ini menandakan bahwa Pilkada putaran kedua tidak seperti yang diramalkan banyak pihak akan terjadi kerusuhan dan hal-hal yang tidak diinginkan. Memang pada masa-masa sebelum pilkada terutama pada putaran pertama terjadi pertarungan yang luar biasa, dimana masing-masing paslon saling  menujukkan kekuatanya melalui ide-ide, tawaran program dan kampanye-kampanye lainnya dalam upaya meikat hati dan pemikiran masyarakat Jakarta, pada akhirnya pertarungan pada putaran pertama perolehan suara diraih oleh pasangan Anis-Sandi dan Ahok-Jarot. 

Kemudian pada fase berikutnya kedua paslon bertempur secara terbuka menjelang putaran kedua untuk menuju 19 April 2017 yaitu putaran kedua. Suasana menjelang putaran kedua tidak jauh lebih genting dengan putaran pertama. Namun pada putran kedua ini suhu politik lebih panas dibandingkan putaran pertama. Pertarungan antara Anis Ahok syarat dengan pertarungan idiologi. Mengapa menjadi pertarungan idiologi?karena sejak putaran pertama pihak Ahok sudah memunculkan isu-isu SARA yaitu melalui penistaan agama dan hingga melintasi putaran kedua kasusnya masih dalam proses dan tinggal menunggu keputusan peradilan dan sepertinya masyarakat masih tetap konsen terhadap kasus tersebut dan tidak terpengaruh dengan selesaianya pilkada DKI.

Masyarakat ternyata tidak main-main dan semakin serius terhadap kasus penistaan agama yang dilaukan oleh Ahok dan akan terus dikawal hingga hakim dan peradilan meutuskan seadil-adilnya. Sebagian pihak dan pendukung Ahok menuding aksi-aksi yang selama ini berjalan sangat bermuatan politik dan bertujuan untuk demarketisasi Ahok agar tidak lolos sebagai gubernur DKI, bahkan upaya asi juga diduga dibiayai dan digerakkan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga kapolri selalu berada pada posisi yang tidak obyektif. Dugaan itu ternyata tidak benar, bahwa aksi-aksi yang digelar tidak berhenti pada kemenangan Anis-Sandi namun terus bergulir hingga kasus penistaan benar-benar selesai dfan keadilan membuktikan. 

Saat ini perhatian publik Jakarta khususnya dan nasional telah reda terhadap proses pilkada DKI pasca kemenangan Andi-Sandi namun perhatian publik terhadap kasus pensitaan agama tidak akan pernah berhenti karena hal itu konteksnya berbeda dengan pilkada. Posisi hakim, peradilan dan kepolisian saat ini dalam kondisi sulit bahkan delematis, karena pada skenario sebelumnya diduga dan dipastikan Ahok-Jarot menang sehingga kasus ini berhenti dengan sendirinya. Kekuatan lain yang tidak diperhitungkan oleh Tim Ahok-Jarot dan tim suksesnya ternyata telah terbukti dengan nyata  yaitu dengan selisish 15 % lebih suara atau kemenangan telak Anis-Sandi. Segala keangkuhan dan kesombongan sebelum putaran I dan II telah ditunjukkan oleh Tim Ahok-Jarot karena dengan kekutan logistik dan financialnya masyarakat Jakarta bisa dibeli suaranya, ternyata kekuatan lain telah berbicara lain, pada akhirnya kenyataanya terbalik.

Pilkada DKI fenomena yang menarik dan menjadi pelajaran yang sangat berharga pada pilkada-pilkada berikutnya ditempat-tempat lainya. Pada ahirnya publik mendapat pelajaran yang berharga dari fenomena pilkada DKI, yaitu kekuatan uang/logistik tidak mampu membeli idilogi dan harga diri masyarakat Jakarata, karena kepemimpinan dalam rumah demokrasi dalam sepanjang sejarah Indonesia tdak bisa ditukar dengan  uang, logistik, keserakahan, kesombongan dan kekerasan. Masyarakat Jakarta masyarakat yang rasional dan berfikir lebih jernih karena ia berinteraksi dengan sumber informasi nyata bukan maya. Masyarakat Jakarta tidak hanya butuh penyelesaian banjir, macet, kekumuhan, kemiskinan, namun lebih dari itu merindukan dan mendambakan pemimpin yang memiliki prilaku dan jiwa mengayomi, bersahabat dan menggunakan bahasa-bahasa perasaan dan kemanusiaan dengan tetap profesionalisme dan memiliki kinerja. Jika masyarakat Jakarta sudah merasa memilki pemimpin barunya, maka proses pembangunan dan program-program yang digulirkan akan semakain mudah. Tidak perlu kekerasan dan cara-cara merugikan untuk membangun Jakarta. Pembangunan  Jakarta untuk kemanusiaan dan kedamaian.  Semoga Jakarta lebih baik ke depanya. Mari kita tinggalkan perselisahn dan kembali membangun kebhinekaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline