Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Stagnasi Pembangunan Pertanian Kita

Diperbarui: 20 Januari 2017   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Topsy.fr

Indonesia dan negara negara lain yang berpenduduk besar 10 tahun kedepan dihadapkan pada masalah pangan baik dari sisi jumlah dan keberagamanya. Masalah pangan tentu tidak bisa dipandang sebelah mata karena merupakan kebutuhan pokok. Jika melihat permintaan dunia terhadap pangan kecenderunganya semakin meningkat dan tidak terbendungkan pada saat yang bersamaan aktivitas pertanian mengalami penurunan produksi akibat tekanan pertumbuhan industri kontruksi, properti dan kebutuhan tanah sebagai sentra sentra pengembangan jasa.

Pembangunan pertanian harus mempertimbangkan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan sektor lain karena 2 hal tersebut memiliki korelasi kuat, pertumbuhan penduduk pasti diikuti kebutuhan/konsumsi pangan demikian halnya kebutuhan akan tempat tinggal dan vasilitas lainnya. Dengan demkikian kecepatan laju pertumbuhan penduduk dan industri harus diimbangi oleh pertumbuhan dan kemajuan sektor pertanian baik dari aspek hulu dan hilir.

Ditengah pengelolaan pertanian Indonesia yang relatif masih tradisional baik di aspek hulu dan hilir terutama pasaca panen juga menjadi kendala tersendiri ke depanya, sementara dunia sudah sangat membutuhkan sisi kualitas tidak hanya kuantitas. Belajar dari kasus komoditas kelapa sawit dengan CPO sebagai bahan baku utama produk produk turunanya akhir akhir ini mendapat complain masyakat dunia terutama eropa sebagai pengimpor karena CPO Indonesia mengandung komponen yang mebahayakan jika dikonsumsi karena pola budidaya yang tidak prosedural dalam penggunaan pupuk. Walaupun hal ini dipandang banyak pihak sebagai politik dagang/persaingan pasar, namun sangat mempengaruhi harga dalam negeri sehingga sawit ditingkat petani baik swasta dan rakyat anjlok, hal yang sama juga terjadi pada komoditas karet. 

Berbagai kendala dan permasalahan besar tersebut harus mampu membuat regulasi dan kebijakan pembangunan pertanian berubah. Tentu pendekatan yang kita inginkan harus menjawab semua permasalahan yang ada yaitu hulu dan hilir. Tentu ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena Indonesia dipandang dunia sebagai unit geografis yang sangat luas dan memiliki sumber daya genetik yang sangat besar keberagamanya. Pada saat yang bersamaan kapasitas fiskal/anggaran negara 2 tahun terakhir ini tidak ekspansif sebagai dampak dari pencapaian pajak belum maksimal dan pertumbuhan ekonomi yang kurang progresif. Sementara permasalahan makro akan terselesaikan jika pada tataran mikro terselesaikan dengan baik. 

Pengelolaan sektor pertanian dan kemajuannya merupakan suatu pilihan dan pilihan itu ada ditangan pemerintah dengan dukungan seluruh provinsi untuk menciptakanya. Pilihan pembangunan pertanian ke depan dan saat ini hanya 2 yaitu pertanian bertahan atau menyerang. Pertanian selama ini menurut pendapat saya masih berorientasi pada sisi hulu dengan berbagai permasalahan yang belum terselesaikan di dalamnya baik sisi budidaya, produksi, produktivitas dan infrastruktur serta kelembagaan petani. 

Sementara pada sisi hilir belum mampu meberikan perubahan mendasar terhadap kontribusi devisa dan kesejahteraan petani. Pertanian model bertahan hanya mampu memposisikan diri sebagai penyedia row material (bahan baku) sementara pertanian model menyerang mengoptimalkan pada aspek hulu dan diikuti oleh pertumbuhan dan kemajuan hilir yang progresif dengan dukungan penuh dari pemerintah dan sektor lainnya.

Saya menyakini pilihan model pertanian menyerag tidak semudah mebalikkan telampak tangan untuk mencapainya, karena dibutuhkan perencanaan, anggaran dan kerja keras dengan semangat menjaga eksistensi produktivitas dan nilai tambah terutama untuk devisa negara dan kesejahteraan petani. Pertanian model menyerang harus menjadi tools/alat pendorong dan pemicu pertumbuhan sektor lainnya, bukan sebaliknya, pertanian di anggap sebelah mata kemudian tergilas oleh kepentingan sektor lain. 

Sehingga sektor pertanian ditinggalkan petani dan generasinya perlahan tapi pasti melalui mekanisme urbanisasi dan berubah menjadi aktiviats sektor lainnya. Tidak menutup kemungkinan dengan model pertanian bertahan, Indonesia akan menjadi negara pengimpor pangan karena aktivitas pertanian tidak lagi menjadi handalan dalam pembangunan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline