Semakin kesini Ahok semakin membuat ulah, tidak puas dengan penggusuran dan saling serang dengan rivalnya terutama Sandiaga Uno namun juga merambah hal hal yang sangat sensitif dan idiologis yaitu penghinaan terhadap Al Qur'an. Tidak hanya publik Jakarta yang berang dan naik pitam namun muslim luar Jakarta juga sangat berang.
Penghinaan meruapak bagian dari penistaan agama dan penistaan agama ada konsekuensi hukum. Sejauh mana sikap dan tindakkan aparat terhadap sikap Ahok ini, masyarakat tinggal menunggu waktu saja, jika tidak tindakkan jangan salahkan masyarakat. Jika tidak ada tindakkan dari aparat berarti ada 2 kemungkinan ini disengaja atau aparatnya sudah dibayar dan dikondisikan oleh tim Ahok artinya mereka sudah menggadaikan jabatanya.
Jika Ahok menggunakan akal sehatnya tentu ia tidak akan lakukan karena sangat berisiko tinggi dan dampaknya akan terjadi konflik horizontal dan tidak bagus untuk keberlangsungan jangka panjang. Ini pilkada namun nuasanya seperti perang idiologi bukan mengedepankan nilai nilai moral dan demokrasi. Ini pasti akan terukir dalam sejarah panjang Indonesia, bahwa jika minoritas memimpin membabi buta dan tidak punya etika, seolah Ahok dan bertindak di hadapan masyarakat hina di DKI, siapapun bisa ia caci maki.
Biarlah Ahok bersikap demikian sampai ia puas dan muntah muntah dengan kata katanya, suatu saat pasti kena batunya. Ia telah melawan sang pencipta, artinya ia sudah siap menanggung berbagi resiko terburuknya, dan tanda tanda itu sudah nampak dengan jelas.
Sekarang masyarakat Jakarta yang hatinya masih jernih dan pikiranya masih cemerlang harus lebih waspada dan bersikap tegas terhadap sikap Ahok tersebut, karena Ahok tidak merasa bersalah dan itu hak dia untuk mengatakan dan bersikap apapun dihadapan masyarakat Jakarta dan diluarnya.
Jangan tertipu dengan sikap licik Ahok dan seluruh pasukanya karena ia telah memberikan contoh kebencian dan penghinaan dengan publik Jakarta dan ini adalah cara cara yang tidak lazim dan tidak pernah dilakukan oleh siapapun pemeimpinya di negeri ini. Jika Ahok terus lakukan manuver ini yanag akan muncul perlahan tapi pasti adalah munculnya kebencian terhadap komunitas Chines dan juga partai pendukungnya.
Jika dengan siakp Ahok demikian publik Jakarta masih terpedaya dengan tetap mendukungnya, maka yang bodoh dan dungu bukan Ahok tapi masyarakat Jakarta. Biarlah media masa basi basi dan bermain main dengan kebohonganya karena ia tengah kelaparan dengan menjual idialismenya demi sang majikan.
Semua berita buruk dan nyata bisa ia kemas dan tampilkan menawan dan meperdaya publik, seolah tidak ada masalah di negeri ini hingga suatu saat permasalahan akan seperti bom waktu. Jangan salahkan Ahok jika engakau masih membenarkan dan membelanya hanya karena uang kertas yang hanya meuaskan sesaat perutmu sementara engkau akan menderita dan terusik lebih lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H