Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Masa Depan Lahan Optimal Kita

Diperbarui: 12 Juli 2016   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dokumen pribadi

Sektor pertanian ke depan benar-benar dihadapkan pada masalah besar, tidak hanya terkait besarnya permintaan pangan sebagai kebutuhan pokok konsumsi dengan berbagai jenisnya, namun pada saat yang bersamaan dihadapkan pada semakin menyempit dan berkurangnya lahan sebagai aktivitas usaha tani dan produksi. 

Pertumbuhan jumlah penduduk yang seiring dengan kebutuhan akan kerja dan pesatnya industri dan jasa berdampak pada alokasi sumber daya lahan sebagai tempat aktivitas kedua sektor tersebut, terutama bagi industri-industri besar dan menengah yang bergerak di bidang perkebunan dan industri pengolahan. Pemerintah harus merespons cepat dan segera menyadari laju pertumbuhan dua sektor tersebut dengan melakukan kebijakan dan regulasi yang memadai. Artinya, pertumbuhan dua sektor tersebut tidak mengganggu perjalanan sektor pertanian, terutama dalam hal penyediaan bahan pangan.

Saat ini euforia otonomi daerah tidak bisa dipisahkan dengan target pendapatan asli daerah (PAD), terutama bagi daerah-daerah yang hanya menghandalkan PAD-nya dari nonsumber daya alam, seperti industri, manufaktur dan jasa. Kebijakan pengembangan sektor tersebut yang diiringi pembangunan infrastrukturnya yang menggunakan tanah dan air pertanian kadang tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang.

Kebijakan tata ruang RT/RW dalam tataran konsep bisa dipertanggungjawabkan, namun dalam tataran aplikasi kadang banyak yang melanggar. Banyak lahan pertanian yang digunakan untuk pengembangan perumahan, industri, dan pusat pusat perbelanjaan. Apalagi hal tersebut didukung dengan situasi ekonomi yang kurang membaik, sementara tingkat kebutuhan masyarakat tidak bisa dibendung. Banyak pemilik tanah/petani yang lebih memilih menjual tanahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup (konsumtif) bukan untuk hal hal yang produktif. Perlahan tapi pasti tanah subur penghasil pangan beralih menjadi bangunan dan sarana lainnya. Tingkat kecenderungan alih fungsi lahan tersebut terjadi secara nasional dan trennya semakin meningkat secara nasional.

Ada beberapa kerugian jangka panjang jika alih fungsi lahan tersebut tidak segera di tangani, Pertama, luasan lahan pertanian akan semakin berkurang, terutama lahan optimal. Dengan demikian, produksi juga akan berkurang. Apalagi alih fungsi lahan optimal tersebut tidak diiringi dengan perluasan lahan, misalnya lahan suboptimal. Untuk menyikapi hal ini, pemerintah harus tegas untuk melarang berdasarkan UU/Perda yang ada bahwa alih fungsi lahan tidak diperkenankan pada lahan-lahan optimal/produktif. Kedua, berkurangnya lahan atau luasan lahan optimal akan diikuti oleh hilang dan berkurangnya sumber daya genetik (SDG). 

Seperti kita perhatikan di banyak daerah, terutama di Jawa, yang dulu dalam hamparan lahan atau tegalan banyak dijumpai berbagai tanaman/tumbuhan atau varietas pangan, kini semakin berkurang dan bahkan hilang karena tidak menjadi aktivitas pertanian lagi. Ketiga, Lambat laun eksistensi sektor pertanian akan melemah dan tergantikan oleh aktivitan nonpertanian. Jika hal ini terjadi, dampaknya tidak hanya akan berkurangnya suplai pangan, namun Indonesia sebagai negara agraris akan menjadi pengimpor. Tentu dampaknya akan meningkatkan harga domestik jika domestik tidak mampu memproduksi minimal sesuai kebutuhan domestik.

Ketiga, hal tersebut sepertinya akan benar-benar terjadi jika pemerintah tidak serius menangani arus alih fungsi lahan tersebut. Jika benar-benar terjadi, dalam jangka panjang pemerintah akan terbelit masalah besar. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline