Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Indonesia Senyap dengan Masalah Besarnya

Diperbarui: 11 Maret 2016   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Perjalanan pembangunan seharusnya membuahkan kesejahteraan rakyat, namun lesunya pertumbuhan ekonomi berpotensi kerawanan | (Antara foto/ Regina Safri)"][/caption]Saat SBY memimpin banyak kali celah yang dicari oleh media dan lawan lawanya untuk menjatuhkan dan merusak citra SBY beserta partainnya dan para mitra koalisinya. Diujung kepemimpinan SBY periode II tepatnya awal 2013  hiruk pikuk politik nasional tak terkendalikan, mulai isu Korupsi, Lapindo, Impor Sapi, terlibatnya pimpinan partai koalisi terhadap kasus korupsi dan lainnya, walaupun pada saat itu pertumbuhan ekonomi di atas 6% lebih, demikan halnya inflasi terkendali dan daya beli meningkat diiringi suku bunga relatif baik.

Namun prestasi SBY beserta partai koalisinya tersebut hangus dan tertutupi oleh hentakkan atau opini yang digerakkan oleh media dalam upaya kepentingan Pilpres tahun 2014. Langkah langkah yang ditempuh lawan lawan SBY dengan demokrat dan partai pedukungnya tersebut betul betul efektifdan hasilnya di tuai rivalnya pada pilpres 2014, walaupun kemenangan tersebut diduga janggal karena ada indikasi penyedotan suara dan intervensi terhadap KPU dan Panwaslu. 

Yang sangat memukau adalah tampilnya 2 kandidat capres yaitu Prabowo dan Jokowi.Mereka berangkat dari latar belakang yang berbeda namun bersimbiosis melalui Pilkada DKI yaitu antara Ahok dan Jokowi yang didukung Gerindra dan PDIP, akhirnya berpisah melalui pilkada DKI. Pada akhirnya dengan berbagai dinamikanya lewat pilpres Prabowo terkalahkan tipis oleh Jokowi, bahkan Jokowipun merasa heran demikian halnya pendukungnya bisa menang, "seolah ini diluar dugaan dan tidak mungkin". Namun Jokowi dan pendukungnya/relawanya menjadi tenang karena ada tangan lain yang bekerja.

Tentu terpilihnya Jokowi tersebut mengejutkan  publik, dengan pertanyaan kok bisa ya?????Bahkan dalam pikiran Jokowi juga muncul ungkapan, "bisakah saya memimpin Indonesia?".

Namun yang sangat berbahagia sebenarnya bukan Jokowi/JK, tapi tim sukses, relawan dan para investor dibelakngnya. Jokowi maju tanpa modal dan hanya diminta duduk manis tanpa protes oleh PDIP. Tentu saya menyakin pak Jokowi sangat tertekan dan berat, karena baru bisa mengelola Kota Solo sememtara jam terbang politiknya relatif rendah belum sampai nasional. Ini sungguh luar biasa, pengusung Jokowi sangat jeli membaca situasidan ritme serta emosional rakyat Indoensia, yaitu dengan brand yang melekat pada Jokowi"sederhana, sedikit bicara dan bekrerja", tentu ini sangat memikat dan memukau rakyat Indonesia terlepas dari kapasitas Jokowi dan kulaitas kepemimpinanya.

Okelah itu semua sudah terjadi nggak perlu diungkap lagi...kita mabil banyak pelajaran sejarahnya untuk menjadi bekal kehati hatianya di pilpres berikutnya.

Tampilnya Jokowi sebagai presiden RI dari sipil tentu mengundang perhatian banyak pihak terutama masyarakat Indoensia dan internasional, terutam terkait kebijakan kebiajkan ke depan untuk Indonesia. Banyak harapan dan keinginan dari rakyat agar ada perubahan yang lebih baik untuk Indonesia. Berbagai janji sudah dikumandangkan saat kampanye dan itulah yang memikat rakyat untuk memilih Jokowi. 

Saat ini rakyat sedang berada dalam kendali pemerintahan baru sejak Oktober 2014. Jokowi bersama kabinetnya harus berupaya memenuhi janji janjinya yang secara terbuka disampaikan, dan sangat banyak janji janji itu.Mungkin rakyat sudah lupa tentang janji janji saat itu atau bahkan Jokowi/JK juga sudah lupa.

Pada saat awal pemerintahan Jokowi/JK tahun pertama, banyak kebijkan kebijakan yang kontroversi dan kurang memihak kepada rakyat, tapi lebih memihak pada pasar. Misalnya kebijakan kenaikan BBM/pencabutan subsidi, kenaikan tarif dasar listrik dan pajak. Reaksi keraspun mendera pemerintahan Jokowi, namun seluruh reaksi tersebut tidak terpulish terbuka ke masyarakat karena media telah di kondisikan sebelumnya. Sehingga reaksi dan gelombang besar masyarakat tersebut seolah angin lewat belaka. 

Hingga saat ini Maret 2016, pertumbuhan ekonomi di bawah angka 5 persen, padahal dalam janjinya Jokowi akan mampu mencapai 6 persen keatas bahkan 7 persen. Dampak dari pertumbuhan yang rendah ini mengakibatkan kapasitas fiskal (ketersediaan uang negara) berkurang akibat daya beli berkurang, inflasi terjadi dan ekonomi tidak terlalu bergairah terutama dari aspek eksport menurun. Investor juga tidak berjalan masif dalam upaya mengenjot sektor rill, justru yang terjadi PHK besar besaran yang diikuti oleh hengkanya/tutupnya perusahaan perusahaan besar di Indoensia. 

Namun ironisnya media masa dan masyarakat di awal tahun 2016 tidak ada yang berteriak dan memprotes secara sistematif dan masif tentang kondisi ini, seolah tidak ada masalah untuk Indonesia, bahkan masyarakat pasrah, "APA YANG TERJADI TERJADILAH". padahal situasi ini sangat membahayakan jika tidak dilakukan tindakan cepat dan nyata. Pertumbuhan ekonomi akan semakin lesu, maka kerawanan sosial dan politikpun akan meluas hingga pada stabilitas nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline