Lihat ke Halaman Asli

Mr Sae

Peneliti

Misteri Kehidupan Masyarakat NTT

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1413934126506110474

Mendengar sebutan Nusa Tenggara Timur (NTT) terbayang oleh saya provinsi di wilayah timur Indonesia yang begitu jauh dari jangkauan transportasi darat, laut dan udara. Setidaknya di butuhkan waktu efektif 180 menit hingga mendarat di Kupang Air Port tanpa transite. Provinsi yang terkenal dengan hamparan bebatuan dan terik mataharinya yang menyengat dengan suhu rata rata kurang lebih  34 Derajat Celcius tersebut memiliki potensi sumberdaya alam yang besar terutama dari sumberdaya perairan yaitu laut.

Sepanjang melintasi kota NTT dari udara terlihat pemandangan yang tidak biasa saya saksikan yaitu gersang dan kelihatan tandus hamparan tanahnya di tambah dengan minimnya pohon dan tumbuh tumbuhan yang tegak di atas bumi. Tampak lebih jelas setelah mendarat dan melihat langsung bagaimana hamparan tanah tersebut juga di hiasi berbagai bebatuan terutama karang. Sulit memang untuk mendapatkan suasana hijau di sekitar Air Port bahkan hingga di wilayah kota.

Pertanyaan besar patut di ajukan kenapa hal ini bisa terjadi?Bukankah realiata masyarakatnya dihadapkan pada kehidupan agraris yang menuntut mereka untuk mengelola hamparan tanah tersebut sebagai sumber penghasilan mereka. Inilah yang ingin saya gali dalam perjalanan saya di NTT selama 3 hari hingga mendapatkan gambaran uth tentangnya.

Malam pertama menyempatkan diri untuk mencari makan. Setelah menelusuri bagian kecil dari kota Kupang sekitar penginapan saya menjumpai nasi goreng. Sepertinya tidak terlalu sulit untuk mendapatkan menu sebagaimana saat di Bogor. Sambil makan saat itu saya mencoba untuk menguak sedikit tentang kota Kupang terutama tentang komposisi penduduk, kondisi sosial dan sumber penghasilan mereka.

Kota Kupang hampir 35 % di isi oleh para pendatang terutama dari jawa dan selainya.Komposisi ini berdampak pada perputaran dan aktivitas ekonomi di kota Kupang karena para pendatang  mendapat sumber penghasilan dari upaya berdagang salah satunya adalah kuliner dan berbagai sektor lainya. Menurut pengakuan pendatang jika tidak ada aktivitas ekonomi dari pendatang kota Kupang atau NTT secara umum akan melambat pertumbuhan ekonominya.

Kemudian yang membuat saya terkesan adalah pada saat kehidupan sosial mereka saling berdampingan bahkan menyatu dalam damai, padahal secara idiologis mereka memiliki perbedaan baik yang non muslim dan non muslim dan jumlah masyarakat aslinya lebih dominan. Mereka mengatakan kehidupan di kota Kupang terbebas dari sekat sekat latar belakang dan kenyakian, bahkan menurut pengakuan masyarakat pendatang membuat mereka nyaman dan diuntungkan karena menimbulkan aktivitas saling membutuhkan. Hingga mereka menyatakan NTT relatif dan sangat kecil akan terjadinya konflik horizontal.Mereka pernah di dera konflik lintas agama akibat dari ulah provokator, namun hal itu mampu mereka redam melalui berbagai pendekatan sosial. Mereka menyadari bahwa hal itu tidak menguntungkan, tidak hanya menyebabkan keretakkan sosial namun juga akan menganggu aktivitas ekonomi. Luar biasa! inilah yang saya sebut bahwa dinamika kehidupan sosial dan ekonomi akan berjalan jika terjadi SIMBIOSI MUTUALISME  (hubungan yang saling menguntungkan). Tentu suasana ini lahir tidak begitu saja, pasti ada garis sejarah yang telah menginformasikan.

Menyaksikan hamparan tanah yang begitu tandus sepanjang penglihatan saya, tentu cukup  menggambarkan bahwa sektor pertanian khususnya pangan kurang begitu menjadi handalan atau sumber penghidupan utama masyarakat NTT. Lalu dari sektor apakah masyarakat mampu bertahan hidup?

Bersambung




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline