Lihat ke Halaman Asli

Hr. Hairil

Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Bergesernya Perilaku Oknum Anggota DPRD Kota Tidore Kepulauan (Seri II)

Diperbarui: 1 Mei 2021   01:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Nasionalrepublika.co.id

Ini merupakan artikel lanjutan yang membahas Bergesernya Perilaku Oknum DPRD Tidore Kepulauan. Baca artikel sebelumnya di Seri I

Kita lihat lagi bagian kesatu kepentingan umum pad akode etik, pasal 2 poin (1) anggota dalam setiap tindakannya lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan. Selanjutnya poin (2, 3 dan 4) pada prinsip etiknya adalah memberikan dan menjalankan yang terbaik untuk kepentingan rakyat.

Disini saya menggunakan dua asumsi dengan kasus oknum anggota DPR Tidore yakni AJM atau gion dalam logika yang paling sederhana. Saya tidak bicarakan secara kolektif dari sisi kesalahan (masalah). Kita tepatnya focus pada tujuan apa yang kita ambil poinnya dari kasus ini.

Jika menggunakan asumsi bahwa oknum ini pada proses hukum dan membela diri, atau mendapatkan keringanan hukum dan semacam itu saya rasa tidak menjadi perkara Yang a lot untuk dikaji. Tapi jika si oknum dengan leringanan hukum ternyata memberatkan pihak-pihak yang terlibat berarti hal ini lebih cenderung kepada pemulusan hukum yang sering diistilahkan selalu tajam kebawah.

Asumsi kedua, barang bukti ditemukan didalam mobil milik oknum membuktikan dua hal yang mungkin dinilai sangat erat kaitannya. Pertama, barang bukti miras jenis captikus ini adalah milik oknum anggota DPR tidore yang bisa jadi untuk disuplai kepada penjual atau agennya.

Kedua, jikapun barang bukti ini bukan milik oknum maka yang perlu dilihat adalah oknum yang terkait atau terlibat. Kurang lebih empat orang sebagai masyarakat biasa dari kelurahan bobo yang dimintai keterangannya untuk proses hukum selanjutnya.

Ketiga, apa hubungan antara oknum dan empat orang yang terlibat. Kalau hubungannya adalah pertemanan karena oknum sendiri berasal dari kelurahan toloa yang berdekatan dengan kelurahan bobo sehingga pertemanan adalah hal lumrah yang perlu diakui.

Keempat, jika hubungan oknum dan empat orang yang dimintai keterangan oleh pihak berwajib disaat bersamaan dimintai juga keterangan oknum dan jawabannya adalah hubungan mereka adalah teman, maka sudah bisa di pastikan diantara mereka adalah pengguna dan pengedar (penjual)

Dari empat poin ini, pihak yang mana yang harus disalahkan. Kalau beracu pada hukum yang sebenarnya akan ditemukan pelaku sebenarnya. Jangan sampai rakyat kecil atau empat orang yang juga dimintai keterangan oleh pihak kepolisian menjadi kambing hitam dari kasus ini.

Perlu ketegasan kiranya, wali kota tidore, ketua DPRD Tidore, Pihak Kepolisian Wilayah Tidore dan terutama Pihak kesultanan Tidore yang sebelumnya telah melayangkan pernyataan secara resmi kepada Presiden RI tentang Legalitas Investasi Miras. Ketegasan sanksi secara kelembagaan dan sanksi sosial secara profesional seperti apa yang bisa diberikan oleh lembaga ini untuk oknum seorang angota DPR yang pada momentum ramadahan telah kedapatan membawa miras jenis captikus diwilayah Tidore.

Sebelum lebih lanjut, kita lihat lagi kode etik bagian kedua tentang integritas Anggota DPR. Pada pasal 3 poin (1) anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahlan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun diluar gedung menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline