"Lebaran tahun ini kamu tidak pulang lagi ya?, sudah berapa kali kamu tidak lebaran di rumah". Begitu isi pesan kakak via whatsapp yang saya terima menjelang buka puasa hari ke 14 ramadhan.
Pesan itu tidak saya balas, atau pun kembali menelpon kakak saya meskipun pertanyaan seperti itu sudah saya tahu kalau ibu sedang menanyakan saya dan menginginkan lebaran tahun 2021 ini bisa berkumpul dengan mereka. Masuk 15 hari ibadah puasa ramadhan tahun ini, saya pastikan tidak bisa pulang untuk lebaran bersama dengan mereka orang-orang tercinta.
Tidak bisa mudik bukan alasan utama tidak bisa pulang, saya sudah terbiasa semenjak lulus SMA ditahun 2006 dan merantau di kota terdekat untuk memenuhi kemauan mereka dan juga sebagai tuntutan sosial agar anak-anak harus melanjutkan pendidikan di bangku kuliah disalah satu Universitas Negeri. Begitulah cara berpikir orang tua ditahun itu. Di bangku kuliah, sebagai mahasiswa biasa, saya baru bisa menyelesaikan masa studi di kurang lebih hampir 10 tahun berhubung dengan beberapa faktor yang membuat saya berapa kali pindah fakultas dan menjadi mahasiswa paling lama masa studinya, parah.
Tahun ke tahun, komunitas demi komunitas, organisasi, pergaulan-pergaulan, belajar, teriak di jalanan adalah makanan hari-hari, pengabdian dan banyak hal dilakukan dimasa itu. Tahun 2015 masa studi perkuliahan baru bisa berakhir, perjalanan saya masih belum berakhir mengikuti berakhirnya masa perkuliahan.
Di tahun yang sama, 2015. Memilih lanjutkan perjalan ke jakarta, habiskan kurang lebih satahun dengan pergaulan, mengenal budaya dan trend di jakarta, dan memilih untuk masuk di satu perguruan tinggi swasta di jakarta. 2016 adalah masa transisi, saya yakin bahwa semua orang yang melakukan perjalanan rantau dengan modal semangat akan bertemu dengan masa suram yang berupa macam.
Cobaan pertama diperantauan, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Perjalanan studi lanjut dari berjalan normal menjadi tidka normal. Proses beberapa tahun berlalu, menuju studi akhir. Ternyata harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Studi akhir terkendala, ada faktor krusial lain yang mendorong saya harus terjun di dunia kerja.
Pertimbangan sudah matang, keputusan diambil. Studi akhir di korbankan dan terjun bebas di dunia kerja. Begitulah realitas yang menuntut kita untuk terus bergerak, di dunia kerja tahun 2017 adalah pertama kalinya saya berpartisipasi dan menyentuh langsung praktik kerja di lapangan. Mengambil serta mengakumulasikan kemungkinan kegagalan menjadi peluang untuk mengembangkan diri agar berfamanfaat di mata keluarga, itu prinsip banyak orang bukan prinsip saya.
Tahun 2018, stelah beberapa bulan bergabung di dunia kerja, melanjutkan perjalan ke daerah kepulauan riau tepatnya daerah batam yang sangat pesat persaingan dan perkembangannya. Membandingkan pesatnya persaingan dan perkembangan jakarta dan batam, kedua ini memiliki sisi tantangan tersendiri dengan ciri khas kotanya masing-masing. Tahun bergulir dari 2018 ke tahun 2021, pesan yang saya terima masih sama "Kamu tidak pulang lebaran tahun ini?". Pertanyaan yang menyesakkan dada, setiap kali ramadhan dan lebaran tiba.
Tahun ini, tahun kedua pandemi (covid-19) imbauan larang mudik sudah resmi dikeluarkan pemerintah indonesia, pamflet dan berita masif mewartakan. Saya masih bersikukuh dengan pertanyaan bimbang tentang kapan bisa lebaran bersama dengan orang terkasih keluarga tercinta, ciiik, ah sedih.
Setelah buka puasa di puasa hari ke 14, saya perlahan membuka pesan whatsapp dan membalas dengan singkat pesan kakak.
" iya, saya pestikan tidak pulang lagi tahun ini" bunyi pesan singkat untuk membalas dan memberikan kepastian kepada kakak.