"Hidup berdampingan dengan rasa kekeluargaan, kebersamaan dan toleransi adalah cara hidup yang beradab di bumi pertiwi"
Konflik ini makin tak terbendung, mereka yang kesehariannya dengan mata pencaharian utama sebagai driver mendapat perlakuan yang tidak semestinya.
Hari ke hari, dinamika konflik ini akan menjadi lebih miris lagi, di kota bandung adalah contoh yang mestinya kita sama-sama jadikan sebagai cermin bahwa tindakan bertentangan dengan kebhinekaan negara kita, keberagaman, kesatuan, kekeluargaan dan sebagainya.
Sekiranya semua driver transportasi online, harus beberapa kali merengang nasib perlakuan kasar di jalan saat mereka beroperasi. Hanya dinegeri ini, sesama rakyat saling melukai, mengancam dan sering berkonflik.
Seakan di mata driver konvensional utamanya ojeg pangkalan, mereka (ojeg Online) adalah musuh bebuyutan yang merampas hak driver konvensional.
Padahal, kalau kita melihat ini dengan pertimbangan kemanusiaan. Semua driver baik online dan konvensional sama-sama mencari nafkah. Menaruh nasib hidup dengan kerja yang mereka tekuni saat ini.
Siapa yang harus di persalahkan dalam problem ini? Siapa yang menjadi penengah dalam problem ini?
Di jakarta sendiri, beberapa bulan lalu pernah ada aksi dari driver taksi konvensional dan angkot. Berujung penolakan kehadiran transportasi online.
Hal ini semacam menagih janji dalam penyelesain sebuah kasus kepada pihak yang berwajib. Pasca aksi tersebut, jakarta kembali stabil dan semua melakukan aktivitas seperti biasa.
Sejauh ini, meskipun jakarta sudah terlihat aman. Masih ada dibeberapa daerah kota jakarta masih saja terjadi ketegangan antara driver online dan konvensional.
Nah, sekarang kita lihat di kota bandung. Problem ini membuat panik, beberapa driver pada medsos facebook dan twitter menciut seraya memohon kepada Pemda setempat agar cepat bijaki konflik yang sedang berlangsung.