Tayangan ghibah yang diramu dari aib orang lain, dusta, fitnah, dan sensasi adalah sebuah bisnis yang dari masa ke masa terbilang sangat menggiurkan. Penggemar fanatik nan melimpah sangat efektif menjaring pemasang iklan dan mendongkrak akumulasi jam tayang alias cuan banget.
Tak heran penyedia-penyedia konten sejenis yang menghalalkan segala cara untuk menyajikannya pun tumbuh menjamur dimana-mana. Apalagi di era digital sekarang ini, produk ghibah bisa lebih cepat sirkulasinya dalam menjangkau publik dengan memanfaatkan jejaring lintas akun. Lintas kalangan, lintas usia, tanpa pandang bulu.
Semua secara sistematis digiring jadi kanibal spiritual, yang melahap 'bangkai' saudara sendiri, dengan gegap gempita. Pokoknya raih monetisasi, urusan mencerdaskan kehidupan bangsa apalagi meraih surga biarkan terpuruk di peringkat bawah skala prioritas.
Lantas apakah ghibah hanya merugikan obyek penderita alias sosok-sosok dari berbagai kalangan yang 'dibunuh' karakternya saja? Bagaimana dengan para konsumennya?
Sarah Nabilah (2021), yang melakukan studi kasus pada tahun 2016 terkait pengaruh ghibah pada kesehatan mental pelakunya; menemukan bahwa meski memiliki derajat hubungan yang rendah, ghibah memiliki korelasi negatif dengan kesehatan mental. Artinya semakin tinggi (sering) seseorang melakukan ghibah, maka akan semakin rendah (merosot) kesehatan mentalnya *).
Efek ghibah pada para pelakunya dipaparkan lebih detil oleh Nelly Azizah berdasarkan penelitian yang dilakukannya pada tahun 2018. Dia menemukan bahwa ghibah dapat menyebabkan beban pikiran yang berat, tekanan darah tinggi, dapat menimbulkan gangguan ilusi dan halusinasi **).
Selain itu, masih menurut Nelly, ghibah juga dapat menimbulkan rasa permusuhan dan emosi kepada sesama manusia dimana dampak emosi yang berkelanjutan adalah terjadinya serangan jantung.
Psikolog dan terapis profesional Deborah Byrne (2021) mewanti-wanti bahwa begitu mulai mengakses gosip-gosip negatif, termasuk yang ditebar dalam jejaring internet, maka secara otomatis kita pun mengaktifkan pikiran dan keyakinan negatif yang akan melemahkan diri sendiri ***).
Selanjutnya, menurut Byrne, kondisi di atas akan menaikkan tingkat stres dan kecemasan. Siklus 'bunuh diri' pun dimulai dengan munculnya perasaan bahwa kita tidak pernah cukup baik untuk apapun, merosotnya rasa percaya diri, gampang khawatir, rajin mengkritik diri sendiri, siklus perfeksionisme jadi goyah, dan muncullah 'kesimpulan' bahwa justru kitalah yang jadi korban dalam pusaran gosip negatif yang sebenarnya entah ditujukan pada siapa itu.
Jadi, siapkah Anda jadi tumbal bisnis ghibah ini?