Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Bahagia Itu Terserah Kita

Diperbarui: 31 Mei 2021   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keputusan untuk bahagia ada di tangan kita masing-masing (dok. The New York Times/ed.WS)

Bahagia itu sederhana, faktanya sejumlah penelitian ilmiah memang mendukung jargon tersebut. Lantas apa saja yang bisa dilakukan untuk menggali kebahagiaan yang terbenam dalam kubangan emosi negatif dan menghadirkannya dalam kehidupan sehari-hari? Pemikiran Loretta Graziano Breuning yang merupakan pendiri Inner Mammal Institute dan penulis buku 'Habits of Happy Brain' sebagaimana dirilis The HuffPost berikut ini menarik untuk dipertimbangkan.

Pada dasarnya, menurut Loretta, manusia'dapat mengatur ulang (reset) otak mereka' karena faktanya secara alami didalam diri manusia memang terdapat sejumlah bahan kimia yang bisa diaktifkan untuk menghadirkan rasa bahagia.

Salah satunya adalah dopamin yang terkait dengan menghadirkan 'rasa pencapaian (sebuah prestasi)' dan zat itu bisa diaktifkan dengan cara langsung menyelesaikan tugas yang dinilai paling sulit di awal hari. Tugas dimaksud tak selalu harus berkaitan dengan pekerjaan kantor namun bisa bervariasi dari mulai membantu anak yang kesulitan dengan tugas sekolahnya, merapikan rumah yang berantakan belakangan ini, atau merampungkankan draf proposal yang terus membayang-bayangi pikiran.

Intinya fokus pada mengurus hal yang paling membebani pikiran lalu rayakan kemenangan, dengan mengucap syukur atau berjingkrak sesuka anda, saat sudah bisa menyelesaikannya. Hal itu akan merangsang dopamin bekerja sehingga sisa hari bisa dilewati dengan cerah-ceria.

Selanjutnya, masih menurut Loretta, senyawa kimia bahagia lain yang harus diperhitungkan adalah oksitosin atau lebih dikenal sebagai hormon cinta namun dia lebih cenderung mengaitkan kinerja senyawa tersebut dengan rasa percaya pada orang lain.  Oksitosin dapat dirangsang secara cepat dengan cara menggunakan waktu selama beberapa menit untuk berkonsentrasi memikirkan orang-orang yang bisa anda percayai bersedia memberikan dukungan saat dibutuhkan.

Setelah itu Loretta menyarankan untuk menindaklanjutinya dengan menghubungi orang-orang terpercaya dalam pemikiran anda melalui SMS/Chat/menelpon; bahkan bila mereka adalah anggota keluarga yang tinggal serumah, anda bisa mendatangi lalu memeluknya sebentar. 

Namun hanya dengan memikirkan orang-orang tercinta yang setia mendukung anda saja sebenarnya sudah cukup untuk merangsang oksitosin bekerja membantu anda merasa aman dan terlindung. Interaksi sosial dengan mereka yang dicintai dan dikagumi adalah salah satu pendorong utama lahirnya kebahagiaan melimpah di dalam diri setiap orang.

Pemikiran Loretta tersebut di atas akhirnya sekali lagi menegaskan bahwa menjadi bahagia itu tidaklah serumit sinetron kejar tayang yang dipaksakan harus terus berlanjut dengan menyiksa tokoh utama untuk mengikat emosi penonton agar terus mengikuti kelanjutannya.

Bahagia adalah keputusan yang harus dibuat secara mandiri oleh setiap individu secara merdeka dengan melepaskan ketergantungan yang terlalu dominan pada penilaian lingkungan sosial di sekitarnya. Seringkali jalannya menjadi terjal karena kita terbelenggu oleh pola sinetron yang tak kunjung usai. 

Hargailah pemikiran dan perasaanmu sendiri, dengarkan dengan seksama; lalu buatlah peta khusus untuk menjemput kebahagiaan yang bersifat unik bagi setiap individu, termasuk dirimu. Berbahagialah.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline