Tak ada bocah-bocah soleh-solehah yang perlu dihadiahi insentif spesial atas kesuksesan mereka menjalani puasa Ramadan full day di basecamp kami, jadi belanja baju bedug bukanlah prioritas dalam menyongsong Idul Fitri yang in sya Allah segera tiba dalam hitungan hari.
Kemampuan kami mengelola anggaran beberapa tahun belakangan ini memang sangat diuji pada hari-hari terakhir bulan Ramadan. Bermula dari memaknai tausiyah berulang para ustadz/ustadzah tentang berbakti pada orangtua yang sudah berpulang dan, menurut Muhammad Nur Abdullah Hafiz Suwaid dalam bukunya "Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak" sebagaimana dirilis republika.co.id, ada sembilan amalan yang seyogyanya dikerjakan anak agar orangtuanya bahagia di alam barzakh.
Kita bisa membahagiakan mendiang bunda dan ayahanda antara lain dengan cara melaksanakan janji dan wasiat mereka, berdoa dan memohonkan ampunan Rabb untuk mereka, menyambung tali silaturahim dengan keluarga dan teman mereka, bersedekah atas nama mereka, menunaikan ibadah haji untuk mereka (bila semasa hidup orangtua sudah berniat haji, namun tak sempat melaksanakannya sampai mereka wafat), beramal saleh untuk membahagiakan mereka, ziarah ke makam mereka,serta melunasi hutang mereka dan di dalamnya termasuk hutang shaum Ramadan mendiang ibunda.
Ada bagian dari keluarga besar yang sangat disayangi oleh orangtua kami semasa hidup dan fakta inilah yang mengawali tradisi hantaran jelang Idul Fitri di basecamp kami. Tentu saja metode klasik beramai-ramai mengunjungi mereka satu per satu pernah kami lakoni untuk bersilaturahim, namun kemudian lalulintas yang macet parah ditambah kondisi kami yang memang sebagian besar harus berjuang juga untuk bisa mudik ke basecamp membuat kebiasaan itu jadi kurang kondusif.
Maka diputuskan, paket-paket spesial kami kirimkan dengan bantuan jasa kurir kesayangan (salah seorang anggota keluarga besar kami yang punya mobilitas dan kesantunan tinggi) menjadi representasi perhatian dan kasih sayang kami pada para kakek-nenek maupun kerabat dekat lainnya.
Begitulah setiap tahun, meski tak bisa selalu bertemu secara fisik, paket-paket dari hati yang sederhana itu menjadi sangat bermakna dalam menyegarkan kembali silaturahim yang jika tak dirawat serius bisa bulukan lalu putus. Tentu saja teriring harapan bahwa aksi simpel kami dengan mekanisme Rabb Azza wa Jalla akhirnya bisa membahagiakan mendiang orangtua kami nun di alam barzakh sana.
Lantas apa isi hantarannya? Biasanya ada sembako yang, sangat kami usahakan, berkualitas bagus dan kue. Tahun ini kami menemukan bakery pendatang baru yang setelah kami cicip produknya memang pas banget di lidah. Kami sedang mempertimbangkan untuk memilih jenis kue yang cocok dengan selera keluarga-kerabat yang akan menerima hantaran sekaligus praktis didistribusikan oleh kurir tersayang kami.
Kue yang kelezatannya diharapkan bisa menyentuh hati dan menguak kembali memori para penerimanya tentang betapa orangtua kami semasa hidup sangat menyayangi mereka. Juga bahwa kami, sebagai penerus bunda dan ayahanda, akan berjuang untuk memelihara silaturahim yang sudah dirintis itu agar tetap lestari sampai ke penghujung hayat sebagai bentuk bakti pada mendiang orangtua kami.
Bismillahi tawakaltu alallahi laa hawla walaa quwwata illa billah .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H