Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Dokter UGD Lolos dari Maut Covid-19 Berkat Pengobatan Eksperimental

Diperbarui: 18 April 2020   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dr Ryan Padgett (kiri) bersama salah satu anggota tim medis yang merawatnya, Dr Samuel Youssef (doc. NY Daily News, nytimes.com/ed.Wahyuni)

Di era wabah Covid-19 yang mendunia ini, para pejuang sektor medis seperrti dokter, perawat, jajaran manejemen puskesmas/klinik/rumah sakit bahkan pekerja yang mengelola kebersihan merupakan ujung tombak terdepan dalam menangani masyarakat luas baik yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG), maupun mereka yang sudah positif terinfeksi coronavirus.

Puluhan dokter lintas spesialisasi dan, belakangan, para perawat di Indonesia telah tewas akibat Covid-19 dalam perjuangan mereka menyelamatkan bangsa ini dari kemadharatan wabah tersebut.

Coronavirus memang tidak pandang bulu dalam penyebarannya dan seorang dokter unit gawat darurat (UGD) di EvergreenHealth Medical Center, rumah sakit pertama di AS yang merawat pasien Covid-19, belakangan turut terinfeksi juga (Los Angeles Times, 14 April 2020).

Dr Ryan Padgett menyaksikan langsung dua pasien yang pertama masuk UGD, tidak ada seorangpun di antara mereka yang selamat. Butuh waktu lama bagi Padgett dan kawan-kawannya untuk mengetahui seberapa mudah Covid-19 menyebar.

Awalnya para pekerja medis hanya mengenakan masker dan sarung tangan bedah. Kemudian mereka diperintahkan memakai respirator dan peralatan lainnya, tetapi peralatan itu kurang familiar sehingga Padgett tidak bisa memastikan apakah dia sudah memakai dan melepasnya dengan benar setiap kali bertugas.

Padgett dengan sosok setinggi 192 cm dan berat 113 kg yang pernah jadi bintang sepakbola untuk Northwestern di Rose Bowl 1996, semula merasa," ... sebagai pria sehat berumur 44 tahun, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk mengkhawatirkan diri sendiri (terkait Covid-19)." Katanya dalam sebuah wawancara dengan Los Angeles Times Senin (13/4) lalu.

Nyatanya pada 12 Maret 2020 atau dua bulan menjelang pernikahannya, Padgett tumbang dilabrak coronavirus.

Dia dirawat di rumah sakit tempatnya bekerka akibat demam, batuk, dan kesulitan bernapas sehingga harus memakai ventilator. Lima hari setelah itu dia mengalami komplikasi paru-paru dan gagal ginjal ditambah gangguan jantung yang membuat dokter memperkirakan bahwa Padgett hanya bisa bertahan hidup satu atau dua hari saja.

Begitu rekan-rekannya di EvergreenHealth menyadari bahwa mereka kehabisan cara menanganinya; mereka pun mengontak Swedish Medical Center, salah satu dari dua rumah sakit Seattle yang memiliki ECMO (sebuah alat yang bekerja menggantikan fungsi jantung dan paru-paru).

Setelah diterima, dokter di rumah sakit rujukan harus mencari tahu apa yang sebenarnya memicu penyakit yang diderita Padgett.

Berdasarkan tingkat peradangan astronomis di tubuhnya dan laporan yang ditulis oleh dokter China dan Italia yang telah merawat pasien COVID-19 yang paling parah, para dokter percaya bahwa bukan penyakit itu yang tengah membunuh Padgett tetapi sistem kekebalan tubuhnya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline