Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson selama ini terlihat sangat akrab, bahkan Trump tak ragu mengobral pujian terbuka pada salah satu dari sedikit sekutu dekat internasionalnya itu dengan menyebut Johnson 'fantastis', 'orang baik', dan 'Britain Trump'. Namun entah bagaimana selanjutnya setelah minggu lalu presiden yang temperamental itu membanting telponnya dalam komunikasi dengan sang PM minggu lalu (Business Insider, 8 Februari 2020).
Kemarahan Trump tampaknya dipicu oleh tindakan Johnson mendukung Huawei dengan, sebagaimana dilansir Financial Times, memberikan hak kepada perusahaan telekomunikasi China Huawei untuk mengembangkan jaringan 5G Inggris., padahal AS telah melakukan segala cara untuk mendiskreditkan Huawei di kancah internasional sebagai bagian taktik perang dagang melawan China.
Johnson maju terus meski Trump dan sekutunya mengancam akan menarik kerjasama keamanan dengan Inggris dan akun resmi pemerintah Inggris secara jelas menegaskan bahwa,'Perdana Menteri menggarisbawahi pentingnya negara-negara yang berpikiran seiring untuk bekerja sama melakukan diversifikasi pasar dan menghilangkan dominasi sejumlah kecil perusahaan'.
Ketegangan keduanya kian meningkat saat Johnson, sebagaimana diberitakan The Sun (7/2), menunda rencana perjalanan ke Washington yang sudah diagendakan untuk dilakukan segera ke bulan Maret atau entah kapan.
Johnson yang nampaknya sudah lelah dengan sikap ugal-ugalan temannya itu mengatakan bahwa Trump 'gagal memimpin' dan telah 'membiarkan udara keluar dari (menggembosi) ban ekonomi dunia'
Bulan lalu saat Trump mengancam memberlakukan perang dagang baru dengan negara-negara Eropa atas dukungan mereka untuk meneruskan kesepakatan nuklir Iran, Johnson menggunakan pidato pertama paska memenangkan pemilu untuk mengecam secara terbuka Trump dan strategi ekonomi 'proteksionis'nya.
"Perdagangan bebas dicekik dan itu bukan kesalahan rakyat, (juga) bukan kesalahan konsumen individu."Kata Johnson pada sebuah acara di London Senin (3/2) lalu, merujuk pertempuran perdagangan yang sedang berlangsung antara Washington dan Cina," Saya khawatir itu adalah (kesalahan) politisi yang gagal memimpin."
Bukan hanya itu, Johnson juga menyebut serangan Trump ke Iran 'berbahaya' dan memperingatkannya agar tidak melakukan kejahatan perang. Keputusan Trump untuk membunuh Qassem Soleimani bulan lalu dengan cepat dikritik oleh pemerintahan Johnson.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab memperingatkan bahwa konflik lebih lanjut dengan Iran adalah 'bukan kepentingan kami' dan teroris 'akan menjadi satu-satunya pemenang' dari setiap konflik dengan Barat. Juru bicara Johnson juga menandaskan bahwa ancaman Trump untuk menyerang situs-situs budaya Iran akan menjadi kejahatan perang bila direalisasikan.
Kritik paling keras dari pemerintahan Johnson terhadap Trump datang bulan lalu dari Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace yang menyatakan bahwa kebijakan luar negeri isolasionis yang diterapkan Trump telah membuat Inggris mempertimbangkan untuk mengakhiri dukungan berkelanjutan bagi intervensi yang dipimpin AS.
"Saya khawatir Amerika Serikat mengalami kemunduran dalam kepemimpinannya di seluruh dunia," katanya kepada The Sunday Times seraya menambahkan,"Asumsi tahun 2010 bahwa kami akan selalu menjadi bagian dari koalisi AS benar-benar tidak sesuai dengan yang kami inginkan."