Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Kapal-kapal China dan Vietnam Masih Berkeliaran di Natuna!

Diperbarui: 8 Februari 2020   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesiagaan TNI AL menghalau kapal-kapal asing yang merambah ke perairan Natuna (doc.Pinterest/ed.Wahyuni)

Data patroli udara rutin pesawat CN235 MPA TNI AL, sebagaimana dirilis via posting akun resmi Instagram Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut (Puspenerbal) @puspenerbal (3/2), tanggal 29 Januari 2020 mencatat terdeteksinya 4 kapal pemerintah Vietnam memagari batas landas kontinen Indonesia-Vietnam dan memergoki 1 unit kapal Coast Guard China yang berkeliaran di zona eksklusif ekonomi (ZEE) Indonesia (Liputan6.com, 3 Februari 2020).

Meskipun tidak dianggap melanggar, namun kehadiran kapal Coast Guard China seringkali dimaksudkan untuk mengawal kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di area ZEE Indonesia sehingga harus diawasi secara ketat.

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Siwi Sukma Adji secara tegas memaparkan bahwa cara untuk memenangkan pengendalian di Laut Cina Selatan antara lain melakukan surveillance, lokalisir, pemeriksaan, dan pengusiran nelayan asing dari wilayah ZEE Indonesia. Serta memastikan kehadiran perangkat pertahanan laut Indonesia secara kontinyu untuk menjaga Air Superiority di wilayah tersebut. (detikNews, 4 Februari 2020).

International Institute for Strategic Studies (IISS) memprediksikan bahwa Cina akan "terus memperluas kehadiran militernya di kawasan Laut Cina Selatan." dan ambisi itu didukung oleh belanja militernya yang, menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), yang selalu berkisar di atas  USD200 miliar (Rp2.763,7 miliar ) sejak 2014 hingga 2018 (tirto.id, 6 Februari 2020).

Bandingkan, masih menurut data SIPRI; dengan belanja militer Indonesia pada 2014 yang berkisar di angka USD 6,9 miliar, naik menjadi USD 8,3 milyar pada 2017,  lalu turun lagi menjadi USD7,4 miliar pada 2018 kembali turun menjadi USD 7,4 miliar.

Hal tersebut di atas merupakan sebuah pekerjaan rumah besar bagi kabinet Jokowi, khususnya Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang dinilai sebagian kalangan bersikap 'lembek' terhadap ulah China di laut Natuna. 

Padahal, menurut pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, China nampaknya takkan pernah bosan mencari jalan untuk memaksakan klaim Sembilan Garis Putus mereka agar tak sekadar goresan di atas peta saja, termasuk menunggu bergantinya pemerintahan untuk melihat apakah ada inkonsistensi terhadap Natuna (Liputan6.com, 13 Januari 2020).

China, papar CEO Indonesia Ocean Justice Initiative Mas Achmad Sentosa, sebagaimana dilansir Liputan6.com, ingin mempertahankan predikat eksportir ikan terbesar di dunia sekaligus mengakomodir kebutuhan konsumsi ikan warganya yang juga tinggi namun terbentur pada kondisi Laut Kuning dan Laut China Timur sedang kronis akibat overfishing. Hal itu membuat para nelayan China merambah ke perairan negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Lantas bagaimana cara terbaik untuk menghalau China, Vietnam, atau negara-negara manapun yang masih mengintai untuk mencaplok perairan Natuna ?

CEO Transmedia Ishadi SK menulis dalam detikNews bahwa selama ini Indonesia tidak pernah mempunyai program jangka panjang untuk mempertahankan klaim ZEE Indonesia yang dengan susah payah selama puluhan tahun diperjuangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dan Hasjim Djalal.

Menurut Ishadi, ada tiga hal yang harus segera dilakukan untuk menjaga perairan Natuna dari jarahan negara-negara lain, yaitu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline