Terbongkarnya penyelundupan Harley Davidson dan Brompton yang akhirnya menuntun terkuaknya jaringan korupsi sistematis di PT Garuda Indonesia adalah hasil bersih-bersih awal Menteri BUMN Erick Thohir di kementeriannya yang sangat diminati publik belakangan ini.
Semua berharap, para pencuri kekayaan negara mendapat hukuman setimpal dan kinerja Garuda plus harga tiket yang sempat menjulang gila-gilaan untuk penerbangan domestik bisa segera normal sehingga kita bisa lebih leluasa pesiar ke berbagai destinasi wisata favorit di dalam negeri, para pelaku bisnis kuliner sektor UKM di tempat-tempat tersebut dan pengelola hotel-hotelnya pun bisa kembali bergairah memberikan kontribusi bagi pendapatan negara.
Selain Erick, bagaimana menteri-menteri lain berkiprah untuk menangani isu korupsi di kementerian masing-masing ?
Kabinet Indonesia Maju Jokowi (2019-2024) terdiri atas 4 Menteri Koordinator yang membawahi 30 Menteri, di luar itu terdapat jabatan non kementerian seperti Kepala Staf Kepresidenan, Sekretaris Kabinet, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Jaksa Agung. Sejauh ini beberapa menteri, selain Erick, terekam media telah memberikan pemikiran mereka seputar penanggulangan korupsi di kementerian masing-masing.
"Tiga prioritas aksi tentang korupsi itu adalah, pertama tutup semua pintu peluang untuk terjadinya korupsi. Kedua, buka kehadiran 'whistle blower' dan ketiga, tindak tegas (pelanggar), secara administrasi maupun hukum," Begitu pernyataan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, sebagaimana dilansir detikNews (29/10), yang dikemukakannya dalam Rapat Koordinasi Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta, Selasa 29 Oktober 2019.
Kasus korupsi di Kementerian Agama tercatat cukup spektakuler dalam urusan nominal dana yang diselewengkan. Korupsi Dana Abadi Umat (DAU) pada periode 2001-2004 yang menyeret Menag Said Agil Husin Al Munawar melibatkan dana sebesar Rp.4,5 milyar; korupsi Proyek Haji dan DAU (2012-2013) senilai Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Arab Saudi dimana Menag Suryadharma Ali menjadi salah satu terpidana.
Dan terbaru adalah kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kemenag tahun ini yang melibatkan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Menag Lukman Hakim Saifuddin dengan nominal kerugian negara senilai Rp.480 juta dan USD 30 ribu (Tagar.id, 21 Maret 2019).
Sementara Menteri Kesehatan (Menkes) Letjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad, bisa dibilang sangat santun dalam memaparkan upaya menanggulangi korupsi di kementeriannya. Tanpa banyak basa-basi dan obral wacana, Terawan langsung melakukan terobosan pada sejumlah pos yang sangat rawan tindak korupsi, yaitu pengambil-alihan ijin edar obat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan merevisi kriteria pelayanan kesehatan dokter dalam BPJS dari maksimal menjadi optimal demi keselamatan pasien serta efisiensi anggaran (merdeka.com, 3 Desember 2019).
Terawan mensinyalir bahwa selama ini banyak dokter yang memberikan perawatan berlebihan pada pasien sehingga selain membuat tagihan BJPS membengkak juga bisa berakibat fatal pada pasien yang bersangkutan. Dia memberikan contoh,"Kanker stadium 1 jangan dikemo sistemik.
Ya, matinya (pasien) bukan karena kankernya, tapi (akibat) obat-obatan yang berlebihan. Itulah yang namanya (dimaksud) bukan maksimal, tapi optimal." Terawan pun menambahkan bahwa tindak praktek berlebihan para dokter itu memicu pemborosan anggaran yang luar biasa (CNBC Indonesia, 2 Desember 2019).
Menteri lain yang baru-baru ini mengemukakan tekadnya untuk memberantas korupsi di kementeriannya adalah Menteri Pertahanan (Menhan) Letnan Jenderal TNI H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo yang, sebagaimana dilansir detikNews (9/12), menyatakan,"
"Saya bertekad bekerja sekeras mungkin, sesuai perintah Presiden kepada saya untuk memberantas korupsi di kalangan pertahanan," Tanpa merinci lebih lanjut apa langkah-langkah yang akan diambilnya untuk merealisasikan hal tersebut.