Pejabat di kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street, menurut penulis buku 'Moneyland: Why Thieves and Crooks Now Rule the World and How to Take It Back' Oliver Bullough, telah memperhitungkan bahwa menyimpan rapat-rapat laporan komite keamanan dan intelijen tentang interferensi Rusia di Inggris akan membuat pihak-pihak terkait akan lebih aman dari kemungkinan dipermalukan publik (The Guardian,13 November 2019).
Pemilu Inggris yang akan digelar tidak lama lagi, tepatnya pada 12 Desember 2019 mendatang, nampaknya menjadi alasan kuat penolakan Perdana Menteri Boris Johnson untuk mengizinkan masyarakat calon pemilih membaca laporan tersebut. Keputusan itu membuat parlemen bergejolak seminggu yang lalu.
Pemerintah Inggris mungkin berhasil lolos untuk sementara dari bombardir headline berita yang tidak menyenangkan. Namun laporan setebal 50 halaman berisikan 'inspirasi' tentang orang-orang tajir Rusia, yang mendanai partai-partai politik dan bergaul dengan para politisi serta keterlibatan mereka dalam referendum, itu akan cukup banyak untuk bahan berita media massa selama berhari-hari.
Laporan itu, menurut Oliver, rencananya akan dimunculkan paska pemilu usai dan parlemen baru sudah terbentuk sehingga dengan demikian kekuatannya akan tak lagi signifikan, bahkan bisa diabaikan dengan aman. Baginya hal tersebut memalukan karena 'relasi beracun' antara para elit Rusia dan Inggris semestinya diekspos besar-besaran. Mereka telah berkolaborasi untuk saling memperkaya diri dengan merugikan demokrasi dan akuntabilitas di mana-mana selama beberapa dekade.
Oliver yang juga bagian dari sebuah tim penyelenggara 'kleptocracy tours', sebuah tur menyambangi kota-kota dimana arus keuangan hasil pencurian dari sistem birokrasi (kleptocracy) dialirkan untuk membeli properti berupa rumah sebagai modus pencucian uangnya, di London barat memaparkan bahwa tur tersebut berhasil mengungkap seberapa besar dana yang dikeluarkan oleh para politisi dan oligarki asing untuk 'membeli' kebijakan politik dari ibukota Inggris.
Kasus yang cukup menggemparkan adalah penjualan stasiun tabung gas bekas pada Dmytro Firtash, orang Ukraina yang mengelola usaha kemitraan Gazprom. Kementerian Pertahanan menjual Brompton Road pada tahun 2014 senilai 53 juta. Bukannya meminta pembayaran penuh, pemerintah Inggris malah mengijinkan Dmytro menggunakan skema pembayaran yang dirancang untuk mendorong pembangunan perumahan sosial, di mana pembeli properti pemerintah membayar hanya sepertiga di muka.
Sementara itu Washington mengambil pendekatan yang berbeda. Selang hanya beberapa minggu setelah pemerintah Inggris mensahkan kesepakatan penjualan stasiun tersebut, FBI mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Dmytro atas tuduhan korupsi. Sejak saat itu dia bertahan di Austria dan berupaya menghindari ekstradisi sebisanya. Stasiun gas Brompton Road pun tidak berkembang plus uang hasil penjualanpun urung diperoleh.
Politisi Inggris dinilai Oliver dengan senang hati berbicara keras tentang Rusia. Contohnya, Menteri Pertahanan Gavin Williamson yang mengatakan kepada Moskow bahwa mereka harus "pergi dan tutup mulut". Namun nyatanya lain di mulut, lain pula perbuatan.
Pemerintah Inggris, di bawah perdana menteri Partai Buruh dan Partai Konservatif, telah secara konsisten berjuang keras untuk mencegah kejahatan berulang dan provokasi Putin yang selalu berupaya menggagalkan Inggris menjalin ikatan bisnis yang menguntungkan. Oleh karena itu laporan intelijen tentang keterlibatan Rusia sebaiknya dipublikasikan secara luas untuk menghindari praktek 'pembelian' Inggris lebih besar lagi oleh negeri Beruang Putih itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H