Pada tahun 2014 Rusia dan mitra dagang terbesarnya, China, menjalin kesepakatan pasokan gas melalui jaringan pipa Power of Siberia saat Gazprom Rusia dan China National Petroleum Corporation (CNPC) menandatangani kontrak 30 tahun (RT.Com, 12 November 2019).
Proyek ini akan mengirimkan gas alam dari wilayah Rusia di Yakutia dan Irkutsk ke konsumen domestik di Timur Jauh dan Cina yang menjadi pasar mancanegara baru untuk Gazprom. Pipa sepanjang 3.000 kilometer itu akan mengalirkan 38 miliar meter kubik bahan bakar biru tersebut ke China pada tahun 2025.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Tiongkok Xi Jinping akan mengambil bagian dalam upacara peluncuran pengoperasian pipa gas Power of Siberia pada Desember mendatang. Mereka merencanakan peresmian bersama melalui telekonferensi.
Entah apa yang terlintas di benak Presiden AS Donald Trump saat dua negara yang menjadi kompetitor dagang negaranya itu menjalin kerjasama bisnis yang komoditas utamanya adalah gas.
Perang dagang yang disulutnya dengan China belakangan menunjukkan bahwa kerugian terbesar justru harus dipikul oleh para pebisnis AS dan usahanya menjegal transaksi sistem persenjataan Rusia di berbagai negara pun sepertinya tak membuahkan hasil yang diharapkan.
Selain senjata, Rusia pun bersaing dengan AS untuk urusan ekspor gas ke Eropa. Tahun ini Rusia mencatat rekor pasokan gas ke pasar Eropa untuk memenuhi permintaan di kawasan tersebut yang terus meningkat. Namun beberapa negara seperti AS, Polandia dan negara-negara Baltik tetap bersikeras bahwa Eropa bisa mencukupi kebutuhan energinya tanpa impor dari Rusia (RT.Com, 26 September 2019).
Rusia merupakan pengekspor gas alam terbesar ke Eropa selama lebih dari 50 tahun. Harga bahan bakar biru Rusia jauh lebih kompetitif dibanding gas cair alam AS dan resiko pengiriman lebih kecil dibanding kalau mengimpor dari Afrika.
Kemungkinan Eropa masih akan bergantung pada negeri Putin tersebut dalam jangka panjang mengingat produksi gas di Uni Eropa akan turun 50 persen pada 20 tahun ke depan padahal kebutuhannya cenderung meningkat.
Trump telah mempromosikan gas alam cair Amerika untuk menjauhkan Rusia dari pasar gas Uni Eropa, sementara Polandia memiliki ambisi untuk menjadi pusat distribusi utama gas cair di Eropa.
Jadi sangat masuk akal jika kedua negara tersebut menentang keras proyek pembangunan jaringan pipa Nord Stream 2 yang merupakan infrastruktur untuk pengiriman gas dari Rusia ke Eropa.
Namun Jerman, yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar di Eropa, tetap kokoh sebagai pendukung terkuat proyek tersebut. Berlin menepis kekuatiran bahwa proyek itu memberi Rusia terlalu banyak pengaruh atas pasokan energi Eropa. Ia menegaskan pipa itu akan membantu Jerman memenuhi permintaan energi yang terus meningkat paska penggunaan batubara dan energi nuklir dihentikan.