Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Kuliah Sambil Kerja, Upayakan Dukung Karier Pasca Wisuda

Diperbarui: 28 Oktober 2019   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semester awal boleh serabutan, selanjutnya harus bekerja berkaitan dengan program studi (doc.EJ Insight/doc.Wahyuni)

Kuliah sambil bekerja ternyata memberi dampak lebih besar pada mahasiswa berpenghasilan rendah. Ada sekitar enam juta mahasiswa pekerja di AS tergolong berpenghasilan rendah yang umumnya perempuan, berkulit hitam, dan ras Amerika latin. Mereka bekerja lebih dari 15 jam per minggu dan menyisakan lebih sedikit waktu untuk studi mereka.

Alih-alih mengejar posisi profesional, banyak di antara mereka yang mencurahkan lebih banyak jam setiap minggu untuk bekerja serabutan. Mereka berharap dapat menghasilkan lebih banyak uang dalam jangka pendek, namun faktanya penghasilan yang didapat tak pernah cukup untuk menutup biaya kuliah dan biaya hidup mereka (CNBC, 24 Oktober 2019).

Lima puluh sembilan persen mahasiswa berpenghasilan rendah yang bekerja 15 jam atau lebih, yang hanya punya waktu minim untuk belajar dan menyelesaikan tugas, mendapat nilai rata-rata C atau bahkan lebih rendah.

Kasus terburuk, menurut Direktur dan Profesor Riset Pendidikan & Tenaga Kerja di Georgetown University Center Dr Carnivale, adalah saat pekerjaan telah menyita sedemikian banyak waktu sehingga mereka tidak lulus matakuliah yang diikuti atau bahkan harus  drop out.Hal itu pula yang menyebabkan lebih sedikit mahasiswa berpenghasilan rendah lulus tepat waktu dibanding mahasiswa berpenghasilan tinggi.

Kenyataan menunjukkan bahwa situasi finansial mahasiswa berpenghasilan rendah sering menghambat mereka untuk mengenyam pendidikan di perguruan-perguruan tinggi berkualitas dan memaksa mereka mengambil program-program diploma dengan masa kuliah lebih singkat agar lebih hemat.

Sayangnya lagi lembur bekerja serabutan seringkali tidak memberikan pengalaman kerja yang kualitasnya memadai untuk menyiapkan mereka mendapat pekerjaan yang baik setelah selepas wisuda kelak. Pekerjaan baik didefinisikan sebagai pekerjaan dengan pendapatan bisa menutup kebutuhan keluarga secara berkelanjutan.

Ketatnya persaingan di pasar tenaga kerja, membuat para fresh graduate butuh pengalaman kerja yang relevan dengan posisi yang ditawarkan sebagai nilai tambah di antara para pesaing . Namun kenyataannya pekerjaan serabutan tidak terlalu mendukung penyiapan nilai tambah yang dibutuhkan selain datang tepat waktu. Hal itu membuat mereka tak punya kesempatan untuk bersaing dengan para kandidat dengan pengalaman kerja lebih baik terkait posisi yang ditawarkan.

Di sisi lain, mahasiswa berpenghasilan tinggi yang tidak dituntut bekerja untuk membiayai diri, umumnya mengincar posisi magang profesional dengan 15 jam kerja atau kurang dari itu setiap minggunya. Bayaran rendah atau bahkan tanpa bayaran sama sekali tidak menjadi masalah bagi mereka karena waktu belajar cukup membuat nilai tetap bagus plus pengalaman kerja dan koneksi yang dijalin selama magang dapat dijadikan referensi berharga saat mereka mengajukan lamaran kerja paska wisuda.

Menjawab tantangan

Fenomena tersebut di atas tidak dapat menghilangkan kebutuhan akan pekerjaan tambahan, terutama bagi kalangan mahasiswa berpenghasilan rendah, namun ada sejumlah tantangan yang harus ditangani dengan sebaik-baiknya agar pembagian waktu antara studi dan kerja dapat dilakukan secara proporsional. 

Lulus tepat waktu dengan predikat  cum laude adalah impian yang berharga untuk dijaga, sementara kerja sampingan adalah bagian dari bahan bakar yang akan membuat impian bisa terus berjalan sampai menjadi kenyataan kelak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline