Pada Selasa (1/10) lalu Pangeran Harry dan Meghan Markle secara resmi mengajukan gugatan terhadap Associated Newspapers, penerbit tabloid Daily Mail dan Mail, atas dugaan penyalahgunaan informasi pribadi, pelanggaran hak cipta, dan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Data tahun 2018 (Vox, 4 Oktober 2019).
Pengajuan hukum yang, menurut Duke of Sussex dalam pernyataan tertulisnya, telah dipersiapkan selama berbulan-bulan itu di dalamnya secara khusus menggugat pihak tabloid karena telah 'mempublikasikan secara tidak sah dengan niat merusak' isi surat pribadi Meghan yang ditujukan pada ayahnya yang tinggal berjauhan. Secara terpisah, Associated Newspapers menyatakan bahwa berita yang ditulis tabloidnya adalah benar dan mereka akan mempertahankan diri.
Tabloid-tabloid Inggris memang terkenal tidak pernah tebang pilih untuk urusan menerobos masuk ke dalam kehidupan pribadi siapapun, termasuk keluarga kerajaan, demi mencari bahan bagus untuk berita-berita sensasional mereka. Praktek perburuan berita industri pers 'koran lampu merah' ini yang secara etis dipertanyakan toh tetap jadi bagian dari budaya masyarakatnya dan dibaca secara luas.
Keluarga kerajaan memiliki sejarah yang dipenuhi dinamika gonjang-ganjing dengan pers di negeri tersebut, gugatan Pangeran Harry dan Meghan Markle merupakan tambahan terbaru dalam rangkaian panjang itu.
Pada tahun 2012, BBC mencatat, Pangeran William dan Kate Middleton menggugat majalah Perancis karena menerbitkan foto-foto Middleton berjemur tanpa penutup dada. Sebelumnya Ratu Elizabeth II menggugat The Sun karena pelanggaran hak cipta dan Putri Diana mencapai kesepakatan dengan Daily Mirror terkait publikasi foto-foto latihannya di gym.
Hubungan Diana dengan media Inggris terbilang rumit dan tragis. Simon Cross seorang dosen senior di Nottingham Trent University menyatakan,"Dia terlihat seperti korban dari budaya tabloid Inggris, tapi dengan caranya sendiri, dia juga memanfaatkan pers untuk kepentingan-kepentingan khususnya."
Ketika hubungan Diana Spencer dengan Pangeran Charles dipublikasikan di tahun 1980, menurut Time, tabloid-tabloid terlibat dalam pertarungan habis-habisan, berburu hasil bidikan para paparazzi dan berjuang untuk cuplikan-cuplikan berita terbaru. Setelah pernikahan (yang menarik lebih dari 750 juta pemirsa global), obsesi Inggris terhadap para bangsawan mencapai puncaknya.
Pelanggaran atas privasi pribadinya membuat Diana menjadi orang yang paling banyak difoto di dunia. Foto-foto dirinya begitu diidamkan dan sangat mahal, paparazzi ditawari ratusan sampai ribuan dolar untuk sebuah bidikan yang bagus.
Lebih dari satu dekade kemudian, pernikahan berakhir dengan perceraian, namun Diana tetap menjadi subjek perhatian pers yang tak ada habisnya. Pada Agustus 1997, dia - bersama sopir dan kekasihnya - tewas dalam kecelakaan mobil yang mematikan saat menghindari kejaran paparazzi Perancis. Saat pemakaman, saudara lelakinya Charles Spencer menyatakan bahwa Diana adalah 'orang yang paling diburu di zaman modern.'
Setelah kematiannya, Time memberitakan bahwa sentimen publik berbalik melawan tabloid. Daily Mail berjanji untuk melarang foto-foto paparazzi (yang masih belum dilakukan) dan undang-undang anti-pelecehan pun diajukan.
Editors' Code of Practice (semacam kode jurnalistik, -pen.), seperangkat standar profesional yang digunakan sebagian besar pers Eropa, juga direvisi untuk menangani privasi anak, dalam kasus anak-anak Lady Diana.