Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Wapres Jusuf Kalla "Kami Mendengarmu, Greta Thunberg"

Diperbarui: 30 Oktober 2019   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekesalan Greta Thunberg (kiri) tentang kerusakan lingkungan dapat dipahami oleh Wapres Jusuf Kalla (doc. Getty, SCMP/ed.Wahyuni)

Kalimat di atas disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pidatonya di hadapan para pemimpin negara yang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Aksi Iklim PBB (United Nation Climate Action Summit) 2019 Senin (23/9) lalu,"Kita sedang berada dalam situasi darurat iklim."Dia menambahkan.

Dia pun mengemukakan kekhawatiran atas deforestasi dan 'eksploitasi' yang telah merusak kelestarian berbagai kepulauan serta kebakaran hutan yang diperburuk oleh perubahan iklim (Climate Change News, 23 September 2019).

Lantas siapakah Greta Thunberg yang disebut Jusuf Kalla dalam pidatonya tersebut?

Dia adalah seorang aktifis muda asal Swedia yang menyampaikan pidato penuh semangat meledak-ledak di KTT tersebut,"Ini semua salah. Seharusnya saya tidak berada di sini. Seharusnya saya kembali ke sekolah yang berada di seberang lautan sana, kalau anda semua tidak datang pada orang-orang muda seperti kami untuk menaruh harapan. Berani benar anda melakukan itu." (BBC.com, 24 September 2019).

"Anda telah mencuri impian-impian dan masa kanak-kanak saya dengan omong kosong."Tuding bocah perempuan berusia 16 tahun itu,"Tapi saya masih bernasib mujur. Orang-orang kelaparan. Orang-orang sekarat. Seluruh ekosistem ambruk." Kata Greta Thunberg pada para pemimpin dunia yang hadir di KTT (NPR, 23 September 2019).

KTT Aksi Iklim itu digelar beberapa hari setelah jutaan orang ikut berpartisipasi dalam unjuk rasa iklim global yang dipelopori oleh para aktifis nuda. Organisasi Meteorologi dunia menyatakan bahwa jumlah karbondioksida yang terlepas ke atmosfir pada 2015-2019 telah bertambah 20 persen dibandingkan lima tahun sebelumnya (BBC.com,  24 September 2019).

Emisi gas karbon yang kian pekat telah membuat kualitas udara menjadi semakin tidak kondusif bagi semua spesies makhluk hidup yang mengandalkan oksigen untuk sistem pernapasannya. Kampanye perubahan iklim ditujukan pada para pemimpin dunia untuk mengarahkan warga mereka memperbaiki gaya hidup maupun cara usaha agar dapat mendukung upaya menihilkan emisi gas akibat efek rumah kaca.

Ada sekitar 60 kepala negara yang ikut serta dalam pertemuan satu hari yang diorganisir oleh Sekjen PBB Antonio Guterres tersebut yang menyatakan hanya negara yang hadir dengan membawa rencana menekan emisi karbon-lah yang diperbolehkan bicara dalam kesempatan tersebut.

Jusuf Kalla, dalam pidatonya, menyatakan bahwa Indonesia akan memotong subsidi bahan bakar fosil dan mengembangkan fasilitas keuangan yang ramah lingkungan, serta mengajak para mitra internasional untuk membantu membiayai pembangunan ramah lingkungan Indonesia (Climate Change News, 23 September 2019).

Nampaknya harapan Wapres Indonesia tersebut bukan gagasan kosong asalkan ada tim terpadu yang berdedikasi dan tidak punya niat untuk korupsi ditugaskan untuk menindaklanjutinya. Beberapa pemimpin negara maju sudah mengemukan tekad mereka untuk lebih serius memperbaiki masalah emisi karbon ini, termasuk dengan mengalokasikan dana yang lebih besar.

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan negaranya akan menggandakan komitmen finansial untuk menangani pemanasan global menjadi senilai USD 4 milyar. Sementara rekannya Presiden Perancis Emmanuel Macron mengungkapkan bahwa organisasi-organisasi internasional telah menjanjikan tambahan sumbangan senilai USD 500 juta untuk melindungi hutan-hutan tropis.

  

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline