Sebenarnya tidak jelas benar apakah George Soros, investor milyarder dan survivor Holocaust yang gemar membuat masalah dengan aparat pemerintahan serta mengabaikan hukum,itu tengah memuji atau malah mengejek presiden AS Donald Trump dalam sebuah opini editorial yang ditayangkan Wall Street Journal Senin (9/9) lalu.
'Kebijakan luar negeri terbaik -- mungkin hanya satu ini saja (yang bisa dipuji) - dari pemerintahan Trump adalah membangun kebijakan koheren yang benar-benar bipartisan terhadap (presiden) China Xi Jinping.' Tulis Soros,'Pemerintah sudah dengan tepat mendeklarasikan Beijing sebagai lawan strategis dan menempatkan Huawei,raksasa telekomunikasi multinasional China, dalam 'daftar entitas' sebagai ancaman keamanan nasional yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan. Hal ini akan mencegah perusahaan AS berbisnis dengan Huawei.'
Cina, menurut Soros, adalah saingan berbahaya dalam industri kecerdasan buatan dan segala proses pembelajaran sampai menghasilkan mesin. Namun saat ini China masih tergantung pada sekitar 30 perusahaan AS untuk memasok komponen inti bagi Huawei agar perusahaan tersebut mampu bersaing di pasar 5G. Selama Huawei berada dalam 'daftar entitas', itu akan membuatnya mengalami kekurangan teknologi krusial dan menjadi betul-betul lemah.
Sebuah apresiasi yang sangat mengejutkan banyak pihak karena faktanya Soros dan Trump selama ini dikenal tidak akur, bahkan bisa dibilang bermusuhan, dalam urusan politik.
Soros selama telah menjadi semacam hantu yang menakutkan bagi sayap kanan Partai Republik, yang memicu kemunculan teori konspirasi di berbagai situs tentang ambisinya 'menggantikan' ras kulit putih Amerika dengan ras warna lain dengan mendorong laju migrasi ke AS, papar Matt Novak sebagaimana dirilis dalam Gizmodo (10/9). Teori 'Penggantian Ras' ini ditelan mentah-mentah oleh sebagian pendukung Trump, termasuk para teroris supremasi kulit putih, untuk membenarkan aksi teroris mereka tehadap ras lain.
Trump, seorang penganut paham supremasi kulit putih yang sering menggunakan bahasa kode untuk mengobarkan semangat pendukungnya melawan orang-orang Yahudi, bahkan tanpa tedeng aling-aling menyebut nama Soros di berbagai acara. Contohnya dalam sidang dengar pendapat pada pencalonan hakim Mahkamah Agung Brett Kavanaugh pada September tahun lalu, Trump terang-terangan menyatakan bahwa pengunjuk rasa dibayar oleh orang-orang seperti George Soros.
Begitu pula saat Trump mendadak menggelar unjuk rasa di sayap timur Gedung Putih masih di bulan yang sama Setelah sang presiden mengecam seorang 'globalis' yang bekerja menentang rakyat Amerika, salah seorang pendukungnya menyambut dengan pekikan "Soros!" dan disambut oleh pendukung lainnya dengan 'Penjarakan dia !". Trump tertawa lalu berkata,"Penjarakan dia!".
Lantas sampai kapan dan bagaimana keharmonisan langka Soros -- Trump ini akan berlangsung? Kita tunggu saja kabar selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H