Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

46 UU Dalam 5 Tahun,DPR Sangat Lamban

Diperbarui: 23 September 2019   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana rapat pembahasan RUU (doc. Kompas TV)

Total ada 189 rancangan undang-undang (RUU) di luar RUU kumulatif terbuka yang masuk dalam daftar pengajuan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru mengesahkan 46 saja diantaranya, masih jauh di bawah target program legislasi nasional (Prolegnas) tahun kerja 2014-2019 (Medcom.id,  4 September 2019).

Dukungan anggaran untuk pelaksanaan fungsi legislasi tahun 2015-2019, menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), yang mencapai Rp 1,62 triliun atau rata-rata Rp. 323,40 miliar per tahun ternyata tidak cukup untuk membuat para wakil rakyat itu lebih bersemangat dalam mengemban amanah.

Soal lamban itu diakui sendiri oleh kalangan internal DPR. Sebagaimana dilansir dalam laman resmi DPR RI, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada pertengahan tahun ini mengungkapkan, "Kita berharap sebelum berakhirnya masa keanggotaan DPR RI yang sekarang, rancangan undang-undang yang disahkan menjadi undang-undang setidak-tidaknya bisa mencapai 50 persen lebih dari program legislasi yang sudah ditetapkan,"

Salah satu 'penyakit' klasik DPR, menurut beberapa pengamat, adalah kegemaran mereka mengulur waktu pembahasan dimana ketentuan dasar menyebutkan bahwa batasan pengesahan RUU adalah tiga kali sidang, namun mereka kerapkali butuh lima kali sidang untuk itu. 

Hal itu menunjukkan tidak adanya manajemen yang baik, belum lagi kualitas produk UU yang mereka sahkan patut dipertanyakan karena banyak menuai kritik dan pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun pihak DPR menolak sepenuhnya bertanggungjawab atas hal tersebut di atas, di laman resmi DPR RI, bisa ditemukan catatan tentang ucapan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo per Desember 2018 yang mengungkapkan bahwa kerap molornya pembahasan legislasi juga karena berbagai kendala yang datang dari pemerintah.

Ada tiga faktor penghambat kelancaran sidang yang ditengarai Bambang justru berasal dari pihak pemerintah. Pertama, tak ada sinergi yang baik antar lembaga pemerintah. Kedua, pemerintah kerap lamban mengirim Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), dan ketiga, kementerian bersangkutan kerap mengirim wakil yang tak berwenang mengambil keputusan dalam sidang pembahasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline