Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Benarkah Vape Bisa Menggiring Anda ke RS?

Diperbarui: 6 Agustus 2019   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berhati-hatilah mengisap vape (doc.Digital Trend, Wiki/ed.Wahyuni)

Hal itulah yang menimpa belasan remaja dan pasien dewasa muda pengisap vape di Wisconsin akhir pekan lalu (Gizmodo, 3 Agustus 2019). Kejadian serupa juga terjadi pada Juni silam dimana hasil diagnosa para pasien menunjukkan adanya kerusakan paru-paru serius dengan serangkaian gejala interval napas memendek, kelelahan, nyeri di dada, dan merosotnya berat badan.

Tingkat keparahan penyakit bervariasi dan semua membutuhkan bantuan medis untuk bernapas. Kesehatan pasien secara umum membaik namun belum jelas apakah mereka akan mengalami efek-efek jangka panjang akibat kegemaran mereka mengisap vape.

Andrea Palm, Sekretaris Wisconsin Department of Health Services, mengemukakan bahwa instansinya kini tengah aktif mewawancarai para pasien yang dilaporkan mengisap vape untuk mengumpulkan informasi merek dan jenis produk vape yang mereka gunakan dengan harapan bisa melacak hal-hal yang berkaitan dengan penyebab penyakit di kalangan pengisap vape.

"Kami juga mendesak masyarakat untuk menghindari produk vape dan rokok elektronik."Tambah Andrea,"Siapa pun, khususnya orang-orang muda yang belakangan ini sering mengisap vape, dan mengalami gangguan-gangguan pernapasan yang tak diketahui penyebabnya, segeralah menemui dokter."

Pemerintah Wisconsin kini bekerjasama dengan Centers for Disease Control and Prevention dalam menjalankan investigasi seputar bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh vape dan rokok elektrik. Mereka juga memberi peringatan pada negara-negara bagian lain di Amerika Serikat untuk mengantisipasi terjadinya kasus-kasus serupa.

Selain karena pengaruh vape, memang belum jelas benar bagaimana rokok elektrik dapat memicu timbulnya penyakit yang diderita pasien. Selain itu hasil wawancara menunjukkan bahwa pada hitungan minggu atau bulan sebelum gejala-gejala penyakit muncul, para pasien itu mengisap vape nikotin dan THC (tetra hydro cannabinol, zat kimia yang membuat pengisapnya merasa senang berkepanjangan tanpa sebab) dalam intensitas yang relatif sama.

Satu hal yang pasti, tingkat pemakaian rokok elektrik di kalangan remaja melambung sangat tinggi tahun-tahun belakangan ini. Sementara sebagian pakar percaya bahwa rokok elektrik adalah alat bantu yang sangat bermanfaat untuk menolong para perokok tembakau tradisonal untuk perlahan berhenti merokok, sebagian lainnya meragukan hal tersebut. Kita hanya tahu sedikit tentang efek jangka pendek maupun panjang produk-produk itu terhadap kesehatan, begitu ungkap kelompok terakhir.

Saat ini Food and Drug Administration tengah didesak untuk mempercepat pembuatan aturan yang lebih tegas soal pemasaran vape dan rokok elektrik, sementara negara bagian San Fransisco berupaya memberlakukan larangan pada penggunaan dan penjualan produk-produk tersebut di kawasannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline