Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Saat Rasul SAW Menawar Takdir

Diperbarui: 3 April 2019   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isra Mi'raj adalah ghirah dan ibrah (dok.WS)

Mayoritas kita pasti sudah akrab dengan perjalanan spektakuler Muhammad SAW yang dalam tempo semalam saja mampu menyelesaikan sebuah rute penjelajahan multi dimensi yang berawal dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsa di Palestina disambung mendaki lapis demi lapis langit sampai ke 'titik tertinggi' Sidratul Muntaha' untuk memasuki Baitul Ma'mur tempat Rabb Azza wa Jalla berkenan menerima RasulNya itu untuk menyampaikan salah satu penugasan fundamental pada ummat manusia, yaitu shalat fardhu.

Shahih Bukhari memaparkan bahwa Rasul SAW bertemu dengan seniornya, Nabi Musa AS dalam perjalanan turun dari Sidratul Muntaha lalu terjadilah percakapan antara mereka yang bermuara bahwa perintah sholat fardhu sebanyak 50 kali sehari-semalam itu bakal sangat memberatkan ummat,"Aku telah belajar dari pengalaman umat manusia sebelum kamu. Aku pernah mengurusi Bani Israil yang sangat rumit. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan untuk umatmu." Ujar Musa AS.

Rasul SAW sendiri sebenarnya sudah mahfum bahwa hal itu memang akan sangat berat untuk dilaksanakan ummatnya, maka dorongan dari Musa AS itu membulatkan tekadnya untuk naik kembali ke Sidratul Muntaha menghadap Rabb guna mohon keringanan. Permohonan dikabulkan, Rabb Ar Rahim memberikan 'diskon' dari 50 kali sehari-semalam menjadi 10 kali saja dalam sehari-semalam.

Rasul SAW pun undur diri dengan penugasan baru itu namun saat jumpa lagi dengan Musa AS, dia kembali diminta untuk memohon keringanan. Kali ini Rabb pun berkenan memangkas perintah itu menjadi 5 kali sholat fardhu saja sehari-semalam tetapi Musa AS menilai bahwa itu masih sangat memberatkan bagi ummat Muhammad SAW,"Coba mohon diringankan lagi."

Kali ini, meski sependapat dengan pendahulunya itu, Rasul SAW menolak dengan tegas,"Aku sudah meminta keringanan kepada Tuhanku, sampai aku malu. Kini aku sudah ridha dan pasrah." Maka demikianlah hingga akhir jaman kelak, semua muslim diamanahi kewajiban shalat fardhu 5 kali sehari-semalam.

Fenomena Isra Mi'raj di atas menunjukkan, sebagaimana firmanNya dalam QS Al-Baqarah : 186, bahwa Rabb itu sesungguhnya sangat dekat dengan keberadaan makhluk-makhlukNya. 'Dekat' dalam pemahaman kasih sayang edukatif.

Dia Maha Tahu dan Maha Mendengar; proses diskusi antara Muhammad SAW dan Musa AS pasti sudah diketahuiNya jauh sebelum hal itu terjadi, begitu pula bagaimana akhir dari proses negosiasi yang dijalani Rasul terakhirnya itu. Namun hal tersebut tidak membuat Rabb potong kompas menurunkan instruksi akhir, bahkan dengan kebijaksanaanNya yang sempurna Dia mengijinkan proses mengalir sejalan dengan dinamika pemikiran-pemahaman manusia yang diciptakanNya dengan potensi kecerdasan multi dimensi.

Rabb membiarkan Muhammad SAW dan Musa AS berikhtiar untuk memperjuangkan nasib ummat mereka dengan segenap sumber daya yang dimiliki, meski veto 'Kun fayakun' sah-sah saja digunakanNya untuk menetapkan sebuah hasil. Rabb, bermakna Maha Pencipta sekaligus Maha Pemelihara makhluk-makhlukNya, terbukti memperlakukan hasil-hasil ciptaanNya dengan cara yang terhormat.

Dia 'dekat' juga bermakna bahwa Rabb tahu persis dinamika yang terjadi dalam diri setiap spesies makhlukNya, dari yang mikrokospis seperti virus/bakteri sampai makroskopis seperti Tata Surya atau yang nyata sampai yang gaib.

Isra Mi'raj yang terjadi pada tahun kedelapan kenabian Muhammad SAW adalah pelipur lara bagi Rasul yang kala itu diuji dengan berbagai kesedihan beruntun dari mulai embargo Kaum Musyrikin Quraisy pada Kaum Mukminin Mekah, disusul berpulangnya paman beliau Abu Thalib dan istri beliau Siti Khadijah yang merupakan pendukung utama dalam misi dakwah Rasul SAW, sampai kenyataan memilukan bahwa saat kaumnya diijinkan berhijrah ke Thaif malah diusir dan dihinakan oleh Bani Tsaqif yang menguasai wilayah itu.

Rabb memfasilitasi Isra Mi'raj sebagai media untuk memelihara 'ghirah' (semangat) Muhammad SAW agar terus konsisten menjalankan fungsi kerasulannya agar menjadi rahmat bagi alam semesta sekaligus menjadi 'ibrah' (pelajaran dengan berkaca pada pengalaman orang lain, dalam hal ini Rasul SAW, -pen.) bagi kita semua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline