Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Berbank Syariah: Lebih Manusiawi dan Bebas Fluktuasi Bunga

Diperbarui: 4 Juni 2017   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbankan syariah halal, aman, dan nyaman dijalani (dok Wahyuni)

Jelang Idul Fitri dan tahun ajaran baru adalah momen rutin tahunan yang  membuat mayoritas masyarakat di Indonesia harus bersiap menanggung pengeluaran ekstra, begitu pula saat mereka butuh modal usaha.  Bila penghasilan tak cukup untuk menutup biaya yang diperlukan, maka beberapa alternatif untuk memperoleh tambahan dana tunai pun ditempuh seperti gadai emas, mencari dana talangan, atau mengajukan kredit langsung sesuai kebutuhan.

Layaknya transaksi perbankan, tentu saja mereka harus berurusan dengan  bunga bank yang, bagi warga negeri ini yang mayoritas Muslim, dinilai cukup meresahkan karena selain sangat rentan turun-naik (kecenderungan besar bunga bank selalu naik,-pen.) beban bunganya tergantung pada kondisi perekonomian aktual, juga karena pola transaksi perbankan konvensional yang hanya mengenal istilah ‘untung’ dalam usaha hingga saat terjadi rugi pihak pengelola tetap harus mengembalikan seluruh modal ditambah bunga pinjaman. Fenomena tersebut menggiring pada kondisi riba yang sangat diharamkan. Hal itulah yang mendorong tumbuhnya kebutuhan akan transaksi perbankan yang halalan wat thoyyiban (halal lagi baik, -pen.) sesuai dengan syariatIslam.

Syari’at Islam  (SI) memiliki pengertian ‘hukum-hukum  (peraturan-peraturan) yang diturunkan Allah Swt. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan’. SI terbagi menjadi tiga kelompok, yakni  Tauhid,Akhlak, dan Fiqh. Kelompok ketiga (Fiqh) yang biasa disebut juga sebagai  Qanun  (undang-undang)  ini berisikan sejumlah hukum yang mengatur pola interaksi manusia dengan Sang Khalik (ibadah) dan pola interaksi manusia dengan sesama (mu’amalah).

Mu’amalah merupakan Hukum Perdata yang berisikan hukum-hukum yang mengatur harta benda hak milik, akad (kontrak atau perjanjian),jual-beli, sewa menyewa (ijarah), gadai (rahn), perkongsian (syirkah), dan lain-lain yang mengatur urusan harta benda seseorang/kelompok terkait segala urusan yang yang melibatkan harta tersebut. Prinsip Mu’amalah inilah yang menjadi rujukan utama operasional bank syariah. Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral juga melakukan hal yang sama.

Perkembangan bank syariah nasional berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia, OJK (2016) menunjukkan tren yang menggembirakan. Pada periode enam tahun terakhir (2010-2016), pertumbuhan perbankan nasional mencapai dua kali lipat lebih tinggi dibanding konvensional dengan rata-rata pertumbuhan aset mencapai 24 persen per tahun dan pertumbuhan biaya serta dana pihak ketiga (DPK) mencapai 25 persen per tahun. Bandingkan dengan bank konvensional yang meraih rata-rata pertumbuhan 14, 9 persen (aset), 17,8 persen (pembiayaan), dan 13,0 persen DPK per tahun pada periode yang sama.

Keuntungan berbank syariah secara mendasar digambarkan dengan simpel oleh Agus Basuki Yanuar,  Direktur Utama Samuel Aset Manajemen (SAM), yang menganalogikan memilih bank ibarat memilih antara menikah atau hidup bersama tanpa ikatan formal.

”Berbank syariah itu ibarat menikah dimana ada fase perkenalan antar keluarga besar yang mungkin saja rumit namun setelah hubungan yang terjalin antar pasangan itu berhasil dikukuhkan dalam  akad nikah, maka kedudukannya akan sah di mata hukum, lebih kokoh, dan nyaman dijalani.”Tutur ayah dari tiga putra, yang langganan menerima penghargaan untuk kinerjanya mengelola dana para investor tersebu, itu dalam sebuah obrolan santai beberapa waktu (27/5) lalu,” Sementara pasangan yang memilih hidup bersama tidak memiliki itu.”

Awalnya mungkin akan sedikit canggung dalam memahami istilah-istilah perbankan syariah yang menggunakan istilah bahasa Arab dan prosedurnya yang relatif agak berbeda dibanding perbankan konvensional; namun setelah melewati adaptasi dengan bantuan petugas customer service dan jajaran bank syariah lainnya, berbank syariah akan nyaman dijalani. Hal itu berlaku juga untuk nasabah non Muslim.

Keuntungan lainnya, menurut Dhani Gunawan Idat, eks Deputi Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI , dalam wawancara via Whatsapp Sabtu (3/6) pagi,”Produk bank syariah tidak terkena dampak fluktuasi bunga, misalnya produk pembiayaan (kredit) properti untuk jangka waktu selama apapun, cicilannya tetap sama hingga nasabah bisa tenang karena tidak akan mendapat ‘kejutan’ kenaikan bunga cicilan sewaktu-waktu bila terjadi gejolak ekonomi.”

Produk gadai emas pun aman dari ancaman kenaikan bunga yang berimbas pada besarnya cicilan yang harus dibayar nasabah debitur karena bank syariah tidak mengenakan bunga untuk transaski gadai, namun  hanya membebankan biaya penitipan barang mengacu pada akad pinjam meminjam dengan menyerahkan agunan (rahn) yang di dalamnya membolehkan biaya pemeliharaan atas barang yang dijaminkan. Nilai pinjaman yang diberikan bank syariah dengan sistem gadai akan ditentukan berdasarkan karatase, volume, dan berat emas yang digadaikan.

Sementara dalam transaksi pembiayaan usaha, pola yang digunakan adalah akad mudharabah dimana pemilik modal dan pengelola modal membuat kesepakatan nisbah bagi hasil keuntungan usaha di awal dan bersifat tetap. Lantas bagaimana bila ternyata usaha yang dijalankan mengalami kerugian ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline