Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Sejuta Rasa Makanan Rumah Sakit

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1351994710761630851

[caption id="attachment_221412" align="aligncenter" width="611" caption="CDP Aep Sonjaya dan salah satu menu andalannya (dok WS)"][/caption] Nama lengkapnya Aep Sonjaya namun lelaki yang lahir di Ciamis pada 13 Desember 1976 ini lebih familiar dipanggil Ason, hasil meringkas nama lengkapnya. Bungsu dari tujuh bersaudara putra pasangan Wardja Iskandar dan Naryah almarhum ini menuturkan bahwa Emih, panggilan sayang untuk bundanya, sangat disiplin dalam urusan pembagian tugas mengelola urusan dalam rumah,"Beliau mengharuskan lima anak lelakinya untuk mampu menangani pekerjaan perempuan seperti memasak, mencuci,atau bersih-bersih..." Tutur Ason sambil tersenyum," Saya kebagian tugas ngaliwet (memasak nasi tanpa proses pengukusan secara tradisional - pen. ) dan mencuci piring beserta peralatan bekas dipakai memasak." Menu debutnya di dapur dibuat Ason saat duduk di kelas 3 SMA," Waktu itu saya menumpang di rumah kakak perempuan, diajari berbagai racikan, dan akhirnya sukses memasak resep lengkap untuk pertama kalinya." Ason tertawa saat mengenang,'Sambal goreng kentang plus hati ayam dan rasanya bolehlah ...". Urusan menggeluti dapur ini berlanjut saat Ason ,yang disiapkan Sang Ayah untuk meneruskan posisi pegawai negeri di Dinas Kebudayaan Ciamis ini menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Bandung," Saya ngekos disekitar kantor Polsek Cikeruh, ada empat kamar dan di salah satu sisi ada semacam dapur kecil. Kalau mahasiswa kan biasa menu rutinnya mie instan plus telur...nah,saya bereksperimen menambahkan kol atau bahan-bahan lain sesuai selera ke dalam rebusan mie itu jadi rasanya pun bisa lebih bervariasi.". Faktor lain adalah kakak keempatnya yang rutin memasok logistik berupa beras plus bahan-bahan mentah lain bagi adik bungsunya itu,"Yah,mau tidak mau saya harus memasak,kan?" Namun Ason sama sekali tak menyangka kalau pada akhirnya urusan dapur ini bakal menjadi bagian dalam perjalanan karirnya," Tahun 2001, setelah wisuda saya pulang kampung dan ayah yang waktu itu sudah pensiun mengantar saya kekantornya dengan harapan masih ada jatah kursi pegawai negeri untuk saya." Tutur Ason," Tapi setelah beberapa bulan tak ada tanda-tanda bakal diterima, saya pun pamit untuk pergi ke Bandung dan kembali menekuni bisnis penjualan outdoor equipments yang telah saya rintis semasa kuliah. Barang-barangnya hasil kulakan di daerah Cibadak Bandung yang terkenal dengan harga grosirannya." Setengah tahun berlalu, seorang teman menawari pekerjaan serabutan di dapur atau istilah kerennya cook helper di counter Nasi Hainan yang terletak di sebuah pusat perbelanjaan yang belum lama dibuka. Melamar dan diterima, Ason pun bergulat dengan urusan mencuci piring, menyiapkan bahan-bahan masakan bagi para cook yang mayoritas lulusan baru dari sebuah akademi perhotelan terkenal di Bandung,"Setelah saya perhatikan dengan seksama, tehnik memasak yang mereka lakukan terkesan biasa-biasa saja...yah,kalau cuma segitu saja sih, saya juga bisa." Ujar Ason dengan wajah jenaka. Begitulah Nasi Hainan dalam perjalanannya kalah ramai dengan counter ikan bakar yang terletak berdampingan dan selalu dipadati pengunjung yang rela antri untuk bisa bersantap di situ. Ason pun melakukan penjajakan dan akhirnya mengajukan pengunduran diri pindah ke counter sebelah dengan jabatan baru sebagai Chef. Dari cook helper langsung melejit sebagaiChef awalnya memang menjadi semacam proses pematangan emosi bagi Ason,"Saat baru menduduki posisi itu, saya pernah nyaris berkelahi dengan karyawan senior yang tak mau mengikuti instruksi saya." Kenang Ason,"Kecemburuan sosial melihat anak baru langsung ditunjuk menjadi pemimpinnya ditambah saya sendiri masih 'hijau' dalam urusan etika memerintah orang dengan cara yang bijak adalah faktor pemicu konflik saat itu.Untunglah ada senior kami yang turun tangan meredam hingga pekerjaan pun dapat berjalan sebagaimana mestinya." Toh, Ason cukup sukses mengelola outlet-outlet yang dipercayakan kepadanya. Omset senantiasa melebihi target dan cabang yang ditanganinya bisa dibilang terdepan dalam urusan meraup keuntungan bagi sang owner. Dia merasa nyaman di posisinya sampai pada tahun 2004 menikahi Nani Ruswanti, teman seangkatannya dari Sastra Sejarah,"Sesudah menikah baru terasa ada yang kurang sreg di hati, istri bekerja sebagai Editor Sejarah di sebuah penerbitan dan kantornya nun jauh di ujung kota,sementara dapur saya ada di ujung yang berlawanan." Papar Ason,"Jam kerja saya mulai dari jam delapan pagi sampai sebelas malam, otomatis kami pergi-pulang sendiri-sendiri dan lama-lama kok serasa bukan pasangan suami istri..." Dia tertawa kecil. Mereka berunding dan sepakat kalau Ason akan mengundurkan diri sebagai Chef pada tahun 2005. Pekerjaan sebagai freelance editor buku paket Basa Sunda untuk kelas 1-6 SD yang dijalani Ason akhirnya membuat mereka sekantor selama beberapa bulan,"Itulah satu-satunya pekerjaan yang menggunakan ijazah sarjana saya..." Ason tertawa. Lalu masa serabutan selama beberapa bulan pun kembali dilakoni Ason sampai pada tahun 2006, sebuah iklan lowongan pekerjaan membawanya menjadi tim dapur sebuah perusahaan catering terkemuka yang khusus memasok rumah-rumah sakit dengan sistem perekrutanoutsourcing. Di dapur rumah sakitlah, Ason mengetahui bahwa untuk sejenis masakan bisa memiliki variasi rasa yang sangat banyak," Sayur lodeh, misalnya, untuk pasien yang mengalami kecelakaan patah kaki akan berbeda rasanya dengan sayur yang sama tapi diperuntukkan bagi pasien penderita darah tinggi dan lain pula rasa lodeh untuk mereka yang harus diet rendah serat". Papar Ason," Untuk pasien pertama, rasanya lezat sebagaimana mestinya sayur lodeh, sementara untuk pasien kedua, santan diganti susu skim dan garamnya minimalis pasti unsur lezatnya sudah berkurang, begitu pula untuk pasien ketiga, lodehnya pasti lebih'sepi' tanpa daun dan buah melinjo..." Ason yang kini menduduki posisi Chef De Partie RS Santosa Bandung, sebuah rumah sakit swasta terkenal, selanjutnya memaparkan bahwa para pasien yang memilih perawatan di Kelas I ke atas dapat memilih menu Indonesia, Oriental, atau Western. Tentu saja rasa akan sangat tergantung pada rekomendasi para dokter yang merawat mereka. Ason punya pengalaman lucu soal ini saat dikomplain seorang pasien yang mengeluh hidangannya tidak enak. Selidik punya selidik, si ibu mendapat menu diet rendah garam plus asupan berkolesterol tinggi dan jatah makanannya ternyata disantap sang anak yang sehat wal afiat," Bayangkan saja makanan orang sakit dikonsumsi oleh orang sehat...mana enaklah?!" Ason tertawa dan saat hal itu dijelaskan, sang pasien tersipu-sipu atas kesalah-pahamannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline