Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Mulung Tanggung di Pulau Tidung

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_136023" align="alignleft" width="300" caption="Mendarat di Tidung untuk memulung (dok WS)"][/caption] Sebagaimana kebanyakan pulau-pulau lain yang termasuk dalam gugusan Kepulauan Seribu yang menawarkan diving, snorkeling, sunset, sunrise, dan trekking; Pulau Tidung juga menjamu para tamunya dengan menu serupa. Tapi bukan itu yang menjadi alasan sekitar 700-an peserta kegiatan Gabung Mulung Tidung (GMT) menjejali pulau seluas hampir 54 hektar tersebut pada 17-18 September 2011 lalu.

Digagas sebagai sebuah aksi cinta lingkungan dengan cara melakukan pemulungan sampah berjamaah di Pulau Tidung, GMT ini merupakan kelanjutan dari GMT pertama yang diselenggarakan pada bulan Mei 2011 silam. Ditinjau dari sisi jumlah peserta memang cukup membesarkan hati, dari 250 orang peserta pada GMT I meningkat menjadi sekitar 700 orang dalam kegiatan kali ini, namun bagaimana dengan kualitas aksinya?

Lurah Pulau Tidung, Bunyamin S.Sos, dalam wawancara di lapangan mengungkapkan ada empat kegiatan utama GMT yang akan dilakukan oleh para peserta, yakni memulung sampah di 15 titik lokasi Pulau Tidung, menanam sekitar 500 batang bibit pohon mangrove, renovasi taman bacaan Nyiur plus menyampaikan sumbangan bagi perpustakaan itu berupa AC, komputer, dan sedus besar buku bacaan, serta bantuan sebanyak sepuluh buah batu kubus di sisi pantai tempat para awak perahu melempar jangkar untuk mencegah rusaknya terumbu karang akibat terkait jangkar.

Rombongan GMT yang semula dijadwalkanberangkat dari Muara Angke, entah karena apa,akhirnya bertolak dari Bahtera Jaya- Tanjung Priok menggunakan tiga buah kapal klotok dan tiba di dermaga Pulau Tidung sekitar pukul

[caption id="attachment_136025" align="alignright" width="300" caption="Bartasan (kaos merah) sibuk mengatur kelompok (dok WS)"][/caption] setengah duabelas siang. Berseragam kaos biru terang dengan tulisan besar di dada ‘Bersih Tidungku, Cerdas Generasiku’, mereka disambut aparat setempat dan serombongan pesilat cilik yang menyuguhkan jurus-jurus pamungkas yang enak dilihat. Selanjutnya acara pembagian homestay bagi setiap kelompok dikomandani Bartasan Wawuran, pemilik agen wisata pencetus GMT, di bawah terik matahari yang kian menyengat. Beberapa peserta yang terlambat mengakses informasi pembagian kelompok di akun internet panitia terpaksa harus bersabar menunggu giliran dilayani.

Setelah semua kelompok menempati homestay masing-masing, acara berikutnya adalah makan siang dan istirahat sampai jam satu. Kemudian barulah acara mulung bersama digelar, 21 kelompok peserta menyebar ke 15 titik pemungutan sampah. Lucunya, bagian pinggiran pantai di seberang jajaran homestay dan perairan sekitar dermaga yang diceceri berbagai sampah bekas pembungkus jajanan malah terlewatkan begitu saja. Sedikit membingungkan juga ketika ada kelompok yang ditugasi mengangkuti sampah di kebun penduduk yang notabene terdiri atas timbunan daun kering yang berguguran padahal selain sebagai pupuk alami saat sudah busuk, hamparan tebal daun kering juga berfungsi sebagai mulsa alias penutup tanah yang menekan laju penguapan air tanah di saat kemarau hingga tanaman tidak akan mati kekeringan.

Pengumpulan sampah tak terurai ke dalam kantong sampah dilanjutkan dengan berburu insinerator (mesin pembakar sampah –pen.) dan karena alasan yang tak jelas,kelompok-kelompok ‘pemulung’ itu tak kunjung menemukan yang dicari. Akibatnya bisa ditebak, siang yang kian terik di pinggiran laut ditambah menu acara kegiatan yang tak terselenggara sebagaimana mestinya membuat para peserta jadi jenuh. Para ketua kelompok akhirnya diminta membawa anggota masing-masing kembali ke homestay dan acara bebas sampai jam delapan malam.

[caption id="attachment_136026" align="alignleft" width="300" caption="Jembatan Cinta ikon Tidung (dok WS)"][/caption] Jembatan Cinta yang merupakan ikon Tidung menjadi tujuan favorit para peserta. Menurut Lurah Bunyamin, penamaan romantis bagi jembatan itu selain karena fungsinya sebagai penghubung kawasan Tidung Besar dan Tidung Kecil yang terpisah aliran laut, juga karena banyak wisatawan yang berkunjung ke sana mendapat pasangan, ditambah pula mitos bahwa siapa saja yang ingin menemukan cinta sejati dipersilakan terjun ke laut dari jembatan setinggi 7 meter itu sebanyak 7 kali. Wah, pengidap sakit jantung tentu saja tak diperkenankan mencoba tantangan ini ...

Kebosanan sedikit merepih saat menyusuri jalanan sepanjang tepian laut yang tak seberapa luas dan disesaki becak motor, penunggang sepeda sewaan, dan pejalan kaki. Matahari yang perlahan surut ke Barat membuat cuaca menjadi teduh. Berbagai panorama cantik sayang dilewati begitu saja tanpa diabadikan. Maka acara foto-foto pun menjadi pilihan bagi sekelompok pengunjung. Aroma seafood bakar meruap memenuhi udara dari lapak-lapak sederhana di sisi jalan. Mengundang selera untuk bersantap apalagi menu makan siang yang disediakan panitia tadi selain minimalis juga kecil porsinya.

Sore itu laut di kaki Jembatan Cinta semarak dengan berbagai aksi pengunjung dari sekedar nongkrong sambil ngerumpi, berendam, berenang,menunggangi banana boat, mengayuh perahu kayak, flying fox , atau sekedar berdiri menyemut di sepanjang badan jembatan sambil berfoto-ria. Bergembira menikmati sarana yang ada jauh lebih menyenangkan ketimbang memeras otak menghitung efektifitas aksi mulung GMT untuk membersihkan pulau yang saat musim Angin Barat rutin menerima kiriman sampah dari Banten dan Tangerang, sementara Karawang – Jakarta mendapat giliran mendrop sampah ke situ saat musim Angin Timur. Fasilitas insinerator sebesar 3m3/jam kalah telak dengan aliran sampah 15m3 . Minimal sudah ada 700-an orang yang punya perhatian untuk menjaga kebersihan lingkungan Tidung, mungkin di masa mendatang animo seperti ini bisa diakomodir dengan lebih baik.

[caption id="attachment_136027" align="aligncenter" width="300" caption="Sunset is still the best...(dok WS)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline