Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Batasan Porno Menurut Para Ulama

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan moral Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK) mencatat adanya peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuat oleh anak-anak dan remaja di Indonesia. Jika pada tahun 2007 tercatat ada 500 jenis video porno asli produksi dalam negeri, maka pada pertengahan 2010 jumlah tersebut melonjak menjadi 800 jenis. Fakta paling memprihatinkan dari fenomena di atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut, pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Belakangan tersebar luasnya video porno yang diperankan oleh artis-artis populer juga ikut memperparah situasi karena disinyalir memicu peningkatan angka kejahatan seksual di kalangan anak-anak Indonesia mulai dari tingkat SD. Naudzubillah min zalik.

Maraknya berbagai situs pertemanan di dunia maya juga ditengarai mempercepat ekspansi penyebaran virus perusak moral tersebut di kalangan generasi muda. Hal itu terbukti dengan, menurut data JBDK, tercatatnya Indonesia sebagai negara terbesar keempat di dunia pengakses kata sex atau porn dalam mesin pencari Google.

Sebenarnya seperti apa batasan 'pornografi' dan 'pornoaksi' dalam pandangan Islam? Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi mencantumkan butir-butir berikut :

Pertama, menggambarkan secara langsung atau tidak langsung tingkah laku secara erotis; baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun ucapan; baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat meningkatkan nafsu birahi adalah haram.

Kedua, membiarkan aurat terbuka dan atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram.

Ketiga, melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud poin kedua adalah haram.

Keempat, melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang, melakukan pengambilan gambar hubungan seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.

Kelima, memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar orang baik cetak atau visual yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.

Keenam, berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar pernikahan adalah haram.

Ketujuh, memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan adalah haram; kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar'i.

Kedelapan, memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline