Lihat ke Halaman Asli

Wahyuni Susilowati

TERVERIFIKASI

Penulis, Jurnalis Independen

Yogya, Kamar Kos, dan Segarnya Es Krim Rujak

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14093091031842790193

Datang ke kotamu / ada setangkup haru dalam rindu / masih seperti dulu / tiap sudut menyapaku bersahabat / penuh selaksa makna .....

Soundtrack yang paling pas,menurut saya nih, saat turun dari gerbong kereta api dan menjejak pelataran Stasiun Tugu yaaa lagunya KLA Project yang berjudul ‘Yogyakarta’ itu. Walau tak punya memori spesial merah jambu dengan siapapun, tapi Yogya memang memancarkan aura romantis yang pekat mendominasi rasa. Setidaknya begitulah yang terjadi ketika saya berkesempatan menyambangi Yogya Agustus paska Lebaran lalu.

“Yang putus sama pacar aja, tetep pada pengen balik ke Yogya.” Tutur Mbak Donna yang baru saya kenal jelang Subuh saat memburu gerbang keluar stasiun. Dia kakak kandung rekan sekantor Aisha, salah satu anggota Kelompok 7, yang kini gawe di salah satu perusahaan otomotif di Cikarang. Mas Syaiful, begitu nama sang teman yang akhirnya jadi sobat saya juga di akun Facebook, langsung mengirim pesan pendek ke ponsel saya begitu status Afary –anggota Kelompok 7 lainnya- yang memproklamasikan keberhasilannya lolos ujian SBMPTN ke Fakultas MIPA-Kimia/Universitas Gajah Mada Yogya beredar di jagad maya, “Biar kakak saya saja yang mengantar selama di Yogya....”

Alhamdulillah, baru saja kepikiran untuk hunting kos-kosan di Yogya...eh... Allah Swt langsung menyambut via tawaran Mas Syaiful yang akhirnya menghantar Afary dan saya berkenalan dengan sosok manis nan lugas, Mbak Donna tadi. Jalanan Yogya mulai beranjak ramai, becak-becak gendut segera saja menjadi highlight di mata kami, di samping ... apa,yaa...pokoknya ‘sesuatu’ yang Yogya banget. Bagi yang sudah pernah berkunjung ke daerah kesultanan ini pasti paham apa yang saya maksud, bagi yang belum...silahkan datang dan definisikan sendiri.

[caption id="attachment_356099" align="aligncenter" width="614" caption="Manisnya senyum eskrim rujak dengan Cangkringan sebagai latar (dok WS)"][/caption]

Begitulah usai shalat Subuh yang rada kesiangan, Afary dan saya tidur sejenak. Beres mandi, Mbak Donna dan putri kecilnya sudah menanti untuk makan pagi. Menunya? Yeah, gudeg nangka plus telur dan daging ayam yang kesemuanya berwarna kecoklatan dengan gurih-manis yang begitu sedap membelai lidah. Disempurnakan dengan sayur krecek irisan kulit sapi dengan kacang gajih dan cabe rawit bersantan. Hmmmm ...sarapan fiesta pertama di bumi Sultan Hamengkubuwono X itu terasa begitu sempurna.

Acara selanjutnya paska mengisi perut adalah meluncur ke area sekitar kampus UGM, kawasan jl Kali Urang dan sekitarnya untuk berburu kamar kos. Lalu lintas Yogya memang terasa lebih kalem dibanding Bandung dan Jakarta karena tak dioperasikannya mobil-mobil angkutan kota. Becak endut, bus Trans Yogya, andong alias delman, taksi, dan kendaraan pribadi berupa sepeda, sepeda motor, serta mobil wara-wiri di permukaan jalan yang kondisinya lumayan baik. Tapi cuacanya, buat ukuran makhluk Bandung seperti saya, lumayan bikin garing. Gerah dan kering.

Di bawah curahan matahari yang tanpa sungkan memamerkan segenap teriknya kami berempat putri sulung Mbak Donna, yang sebagaimana cewek-cewek sebayanya ngefans berat pada para personil K-Pop, menjelajah kawasan Sendowo di bilangan Sleman-Yogya yang relatif dekat dengan RSUP Sarjito tempat praktek para mahasiswa kedokteran UGM. Rata-rata kamar-kamar kos bertarif  Rp. 650 ribu – 1,5 juta per bulan itu fully booked ... sempat sedikit panik sih mengingat agenda kerja mengharuskan saya segera balik ke Bandung dan tak mungkin meninggalkan anak dara semanis Afary keluntungan tanpa sarang di perantauan begitu.

Syukurlah kami bertemu Kang Ayip, pemilik kos-kosan asal Bandung yang punya nick name Emon, tempatnya juga sudah penuh namun dia dengan senang hati mengantar kami ke kawasan di belakang tempat kos-nya. Setelah melewati rangkaian papan atau karton bertuliskan ‘penuh’, akhirnya sebuah kamar imut dengan satu single bed , kursi plastik, lemari pakaian, dan meja tulis yang muncul belakangan ( ‘meja tulis yang lama diboyong penghuni sebelumnya’ begitu tutur Ibu Kos). Alhamdulillah, dapat diskon hingga cukup membayar Rp. 500 ribu per bulan yang langsung kami bayar sekaligus untuk satu semester. Plus bonus diajak Ibu Kos makan siang di kediamannya yang tak seberapa jauh dari situ.

Dalam perjalanan pulang ke rumah  Mbak Donna, kami menyempatkan diri  mampir ke lapak Eskrim Rujak Mang Cemeng di pinggir jalan raya Godean. Menyaksikan bagaimana sekawanan cabe rawit,garam, dan gula merah digerus halus di cobek, dikucuri air putih, lalu aneka buah-buahan segar yang diserut dengan parut khusus dicemplungkan ke situ, diaduk, dimasukkan ke dalam mangkok serta diberi satu-dua scoop eskrim dungdung di atasnya. Rasanya? Nyessss, adem, manis, membaur dengan pedas segar rujak membuarkan sensasi menyejukkan dari lidah sampai ke hati ...

[caption id="attachment_356100" align="aligncenter" width="402" caption="Eskrim rujak on the spot (dok WS)"]

14093093141477127674

[/caption]



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline