Soliditas, profesionalisme, dan nasionalisme yang membumi adalah kesan yang mencuat di benak saya saat mengikuti peluncuran buku Setitik Cahaya Dalam Kegelapanyang ditulis oleh Nondi Eff pada Jumat ( 19/9) sore lalu di area Sabuga ITB, jl Taman Sari, Bandung.
Buku yang mengangkat kisah inspiratif perjalanan lintas generasi para anggota Wanadri, sebuah organisasi Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung yang berdiri pada 17 Januari 1964, itu terbagi dalam 92 judul cerita dengan 7 tema inti; yakni Pesona Sebuah Perhimpunan, Jalan Panjang Ke Kawah Upas, Lifetime Achievement, Humanisme, Bagimu Negeri, Perempuan-perempuan Tangguh,dan Balada Wekdut.Naskah yang dominan dengan hasil wawancara dengan para anggota maupun anggota kehormatan Wanadri itu ditulis dengan gaya ‘sersan’ alias serius tapi santai.
Santai karena gaya penuturan yang dipakai relatif ringan dan komunikatif namun kaya dengan filosofi yang sangat serius atau menurut Kang Aat, salah seorang anggota senior Wanadri yang memberi testimoni pembaca sore itu, “Hampir setiap halaman pasti ada bagian yang harus di’stabilo’...” (stabilo adalah merek spidol warna transparan untuk menandai kalimat-kalimat yang dianggap penting dalam sebuah buku,-pen.).
[caption id="attachment_361841" align="aligncenter" width="491" caption="Inspirasi untuk kemanusiaan yang lebih baik (dok WS)"]
[/caption]
Anggota-anggota maupun simpatisan Wanadri yang berasal dari berbagai jenjang usia dan latar belakang memenuhi ruang tempat peluncuran buku berlangsung, mereka merespon semua aktifitas di pentas dengan keceriaan penuh canda yang khas sebagai sebuah keluarga besar hingga kehangatan pun terbangun dengan sendirinya selama acara berlangsung. Salah satu tokoh pendiri Wanadri, Harry Hardiman, pun hadir dan menyampaikan harapannya agar buku itu bisa menjadi langkah awal dalam menyusun catatan sejarah perhimpunan mereka.
Highlightlain, sebagaimana lazimnya acara-acara yang digelar oleh Wanadri, adalah penampilan Abah Iwan Abdulrachman, anggota angkatan pertama Pendidikan Dasar Wanadri (PDW) yang juga merupakan sosok penyanyi balada terkemuka di negeri ini. Dia menolak saat kursi untuk duduk bermain gitar diletakkan di tengah pentas,”Tak boleh ada dua matahari di sini...” Ujarnya sambil tersenyum pada Nondi Eff.
Lalu sepanjang setengah jam lebih ke depan Abah Iwan menyanyikan lagu-lagu yang liriknya dia tulis dengan nada-ritme yang digubahnya dari lagu-lagu kepanduan. Tema sentralnya belajar filosofi kehidupan dari alam semesta dan ikatan batin antar sesama manusia yang dilandasi kebersamaan dalam menjalani perjuangan berat, seperti para anggota Wanadri yang terikat satu sama lain sebagai sebuah keluarga setelah menjalani manis-pahitnya PDW yang merupakan gerbang bagi mereka memasuki perhimpunan itu.
Juga tentang degradasi kemanusiaan yang kian memprihatinkan belakangan ini saat kesuksesan seseorang diukur berdasarkan pencapaian duniawinya semata hingga tidak aneh kalau sebuah jabatan publik tak lagi dinilai sebagai sebuah amanah, namun lebih sebagai tambang galian uang ...
[caption id="attachment_361931" align="aligncenter" width="504" caption="Kehangatan sebuah keluarga besar (dok WS)"]
[/caption]
Hal itu pula yang menerbitkan keprihatinan mendalam seorang Sholahuddin ‘Gus Sholah’ Wahid yang saat diwawancarai oleh Nondi dan kawan-kawan mengungkapkan harapannya agar keberadaan Wanadri beserta segala nilai-nilai baik di dalam kultur-nya dapat menjadi ‘Setitik Cahaya Dalam Kegelapan’ dekadensi moral manusia, khususnya bangsa Indonesia, saat ini. Ucapan Gus Sholah itulah yang kemudian dipilih sebagai judul buku. Masih ada banyak nama terkemuka lain yang inspirasi hidup mereka dituangkan ke dalam buku tersebut.
Buku yang merupakan gagasan salah satu sesepuh Wanadri, Koko ‘Abah Ukok’ Nayasubrata, ini pun diharapkan menjadi bagian dari ‘Sedikit Yang Kami Lakukan Tapi Semuanya Kami Baktikan Bagi Bangsa dan Negara Indonesia - Wanadri ‘ sebagaimana terpampang dalam tulisan di latar pentas. Rangkaian acara peluncuran buku akan segera disambung dengan pembuatan film-nya pada tahun 2015 mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H