Analogi paradigma sosiologi: Jika ingin pergi ke suatu tempat maka membutuhkan kendaraan untuk sampai ke tujuan, tetapi kendaraan yang digunakan berbeda-beda seperti kendaraan pribadi yaitu sepeda motor dan mobil, angkutan umum, atau bahkan jalan kaki. Analogi tersebut sama seperti keragaman paradigma sosiologi dan sangat merekat dengan sosiologi dalam melihat fenomena-fenomena sosial.
Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Samuel Kuhn yaitu seorang fisikawan dalam bukunya yaitu The Structure of Scientific Revolutions tahun 1962, lalu dipopulerkan oleh Robert Friedrich dalam bukunya Sociology of Sociology tahun 1972.
Menurut Kuhn, paradigma adalah cara pandang pemikiran yang dalam lalu menghasilkan sebuah pengetahuan. Paradigma merupakan gambaran yang sangat fundamental dari pokok bahasan dalam ilmu pengetahuan untuk menentukan apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus diajukan, dan aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkan jawaban-jawaban yang diperoleh.
Paradigma menjadi unit terluas dari konsensus atau kesepakatan ilmu pengetahuan yang membedakan satu komunitas ilmuan dari yang satu ilmuan yang lainnya. Seperti istilah fakta sosial akan berbeda antara perspektif para sosiolog dan perspektif psikolog. Menurut Kuhn, perkembangan ilmu tidak selalu berjalan linear dan kumulatif karena perkembangan ilmu berkaitan dengan dominasi paradigma keilmuan yang muncul pada periode tertentu atau suatu waktu. Jika cara berpikir para ilmuwan berbeda antara satu sama lain dalam menangkap realitas, maka ilmuwan akan memiliki persepsi atau sudut pandang yang berbeda juga terhadap suatu realitas, sehingga pemahaman ilmuwan atas realitas akan menjadi sangat beragam.
Perbedaan paradigma ilmuwan antar entisitas ilmu pengetahuan, disebabkan oleh 3 faktor, yaitu:
- Perbedaan pandangan filsafat yang menjadi dasar atas pemikiran dari para ilmuwan
- Konsekuensi logis dari pandangan filsafat yang berbeda membuat ilmuwan-ilmuwan sosial membangun perbedaan teori yang digunakan
- Perbedaan penggunaan metode dalam memahami dan menerangkan substansi dari ilmu yang berbeda antar komunitas ilmuwan yang lain
Keragaman paradigma pada dasarnya adalah akibat dari perkembangan pemikiran filsafat yang berbeda-beda yang sudah ada sejak zaman Yunani kuno yaitu Socrates sampai pada abad post-modern saat ini. Setiap aliran filsafat mempunyai cara pandang sendiri tentang hakikat sesuatu serta memiliki ukuran-ukuran sendiri atas kebenaran. Namun, perbedaan paradigma mempunyai sisi positif yaitu membuat keragaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang disebut sebagai dialektika ilmu pengetahuan.
Dialektika dalam Ilmu Sosilogi
Perbedaan paradigma dalam ilmu sosiologi yaitu pada dimensi kajiannya, lalu Ritzer menilai bahwa sosiologi sebagai ilmu yang mempunyai beberapa paradigma atau paradigma ganda karena setiap paradigma ini mempunyai kajian, teori, dan metode analisa yang berbeda-beda.
Menurut Ritzer ada 3 paradigma yang mendominasi dalam keilmuan sosiologi, yaitu:
- Paradigma fakta sosial, didasari oleh Durkheim dalam karyanya yaitu The Rules of Sociological Method dan Suciede. Durkheim menulis ini sebagai anti-tesis dari August Comte dan Herbert Spencer. Paradigma fakta sosial terdiri dari struktur sosial dan institusi sosial (norma-norma, nilai, adat istiadat, dan segala aturan yang bersifat memaksa). Paradigma ini berpusat pada relasi stuktur sosial dengan individu dan relasi institusi sosial dengan individu. Fakta sosial terbagi menjadi 2 yaitu; fakta sosial material yaitu sesuatu yang dapat dipahami, dilihat, dan diamati seperti bentuk bangunan, hukum, dan perundang-undangan. Selanjutnya fakta sosial non-material yaitu suatu ekspresi atau terkandung dalam diri manusia itu sendiri dan hanya muncul dalam kesadaaran manusia seperti moralitas, kesadaran, egoisme, altruisme, dan opini. Teori-teori yang tergabung dalam paradigma fakta sosial adalah teori fungsionalisme struktural, teori konflik, teori sistem, dan teori sosiologi makro. Metode yang digunakan pada paradigma fakta sosial adalah melalui interview dan kuesioner.
- Paradigma definisi sosial, didasari oleh pemikiran Marx Weber mengenai tindakan sosial. Weber melihat antara stuktur sosial dan institusi sosial ini sebagai satu kesatuan lalu membentuk tindakan manusia yang penuh arti (makna) atau bersifat dualitas. Tindakan sosial adalah setiap individu melakukan suatu tindakan yang memiliki motif tertentu pada orang lain. Bagi Weber, sosiologi merupakan ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta berbagai hubungan sosial sampai kepada penjelasan kausalnya oleh karena itu paradigma ini disebut juga sebagai sosiologi interpretatif. Paradigma ini mempunyai dukungan teori yaitu teori aksi, teori interksionisme simbolik, teori fenomenologi, dan teori etnometodelogi. Paradigma ini menggunakan metode penelitian empiris cenderung pada arah observasi atau pengamatan atau Weber menggunakan istilah Verstehen. Metode observasi dianggap bisa mendapatkan subjek yang wajar, spontan, dan tidak dibuat-buat berbeda.
- Paradigma perilaku sosial, terpusat pada hubungan antar individu dan hubungan individu dengan lingkungan. Perilaku manusia atau individu yang nampak dan kemungkinan keulangannya dianggap sebagai objek studi sosiologi yang konkret dan realistis. Paradigma ini mengacu pada karya psikolog Amerika yaitu Burrhus Frederic Skinner pada bukunya Beyond Freedom and Dignity tahu 1971. Menurut Ritzer, Skinner mencoba menterjemahkan prinsip-prinsip psikologi aliran behaviorisme ke dalam sosiologi. Pada paradigma perilaku sosial terdapat teori-teori yang tergabung di dalamnya yaitu teori behavior sosiologi dan teori pertukaran. Metode yang digunakan dalam paradigma perilaku sosial ialah menggunakan metode kuesioner, interview, dan observasi. Tetapi pada prakteknya para penganut paradigma ini menggunakan metode eksperimen untuk penelitiannya karena variabel penelitiannya lebih ke individual dan psikologis.
Setelah ketiga paradigma di atas, selanjutnya ada paradigma integratif. Menurut Ritzer semua paradigma itu pada hakikatnya mempunyai nilai positif dan negatif, namun Ritzer menawarkan agar tidak menjadi perdebatan maka gunakanlah paradigma integratif agar para ilmuwan tidak hanya menggunakan satu paradigma saja, tetapi bisa menggunakan diantara paradigma di atas dan tidak harus hanya menganut salah satunya saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H