Berdasarkan hasil survei Edelman Trust Barometer yang dirilis pada tahun 2023, pemerintah Indonesia mendapatkan kepercayaan dari masyarakatnya cukup tinggi dengan nilai 76 persen. Namun, artinya masih ada 24 persen masyarakat Indonesia yang tidak percaya dengan pemerintahnya. Hal itu tentu saja wajar, karena di Indonesia kasus korupsi masih merajalela, ketidaktransparanan masih terjadi, dan kinerja pemerintahnya yang berupa pelayanan publik dan kebijakan masih belum bekerja secara optimal. Berikut adalah penjelasannya,
Korupsi menjadi masalah yang amat serius di Indonesia. Terbukti pada laporan Transparency International tahun 2022, dimana Indeks Persepsi Korupsi Indonesia memiliki skor 34 dari 100 dan peringkat ke 110 dari 180 negara. Para pejabat negaralah yang menyumbangkan skor tersebut. Contohnya saja yang terbaru, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Eddy Hiariej menerima suap dari perusahaan tambang nikel sebesar Rp 7 miliar. Pada tahun 2020, Bupati Bogor, Rachmat Yasin juga pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi dari SKPD Kabupaten Bogor sekitar Rp 8,9 miliar. Perlu diingat bahwa suap dan gratifikasi merupakan bagian dari korupsi. Korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan demi keuntungan pribadi. Tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat sangat merugikan masyarakat, karena pendapatan negara yang seharusnya untuk menyejahterakan rakyat, malah dimanfaatkan untuk sendiri.
Selain korupsi, keterbukaan informasi juga sangatlah penting dalam negara demokrasi dan merupakan sebuah tanggung jawab pemerintah kepada publik. Keterbukaan informasi haruslah objektif, tidak ada yang boleh ditutupi. Pemerintah juga wajib memberikan akses yang memadai, sehingga masyarakat mudah memperoleh informasi yang diperlukan. Salah satu contoh ketidaktransparanan pemerintah adalah terkait anggaran penanganan covid-19. Pada 2021 dan 2022, Indonesia Corruption Watch menilai pemerintah belum transparan mengenai informasi penggunaan anggaran yang besar untuk penanganan Covid-19. Bahkan hingga saat ini, informasi terkait pengadaan kontrak, harga pembelian, dan harga satuan vaksin Covid-19 belum dibuka ke publik. Ketidaktransparanan seperti itu dapat menimbulkan kecurigaan dari masyarakat akan penyalahgunaan anggaran oleh pejabat publik.
Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah juga dapat dilihat dari pelayanan dan kebijakan yang dibuatnya. Sejauh ini pelayanan publik di Indonesia cenderung bertele-tele, setiap urusan masyarakat malah dipersulit. Sehingga, banyak petugas publik yang akhirnya melakukan pungutan liar. Dimana para petugas tersebut menerima sogokan agar urusan seseorang bisa cepat selesai. Misalnya, warga yang ingin mengurus KTP, akta lahir, plat kendaraan, SIM, dan lain sebagainya, akan dapat langsung terbit apabila memiliki kenalan petugas di tempat pelayanan publik dengan memberikan uang tip (sogokan), sehingga urusannya bisa cepat dan lancar. Jika tidak seperti itu, maka kebanyakan petugas akan mempersulit dengan banyaknya syarat dan waktu yang lama. Kinerja pemerintah juga dapat dilihat dari kebijakan yang dibuatnya. Salah satu contoh kebijakan yang dianggap merugikan rakyat buruh ialah pengesahan UU Cipta Kerja. Mereka menganggap proses penyusunan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law), tidak demokratis, tidak melalui prosedur yang sesuai, dan tidak berdasarkan konstitusi. Kinerja pemerintah yang buruk seperti itu tentu akan membuat masyarakat sulit percaya kepada mereka. Masyarakat menjadi tidak akan percaya pada pemerintah dalam mengurus masalah publik dan membuat kebijakan.
Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah merupakan bagian dari Indeks demokrasi. Di Indonesia sendiri, ternyata masih ada masyarakat yang tidak percaya kepada pemerintah. Masyarakat akan percaya, jika pemerintah bertanggung jawab atas tugas-tugasnya dan bekerja sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, pancasila, dan UUD 1945. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepercayaan dari masyarakat, maka pemerintah harus menuntaskan penyebab-penyebab ketidakpercayaan tersebut, seperti tegas dalam memberi sanksi bagi koruptor, meningkatkan peran lembaga pengawasan eksternal terkait transparansi, meningkatkan kualitas dan profesionalitas petugas pelayanan publik, serta membuat kebijakan yang adil dan mampu membuat kondisi Indonesia menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H