Lihat ke Halaman Asli

Sabry

Penulis

Akankah Negeri Ini Melahirkan Generasi Keras?

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut psikologis, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Kenakalan remaja di era modern ini sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak dibawah umur yang sudah mengenal Rokok, Narkoba, Freesex, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya. Fakta ini sudah tidak dapat diungkuri lagi, anda dapat melihat brutalnya remaja jaman sekarang.  Meningkatnya tingkat kriminal di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi banyak juga dari kalangan para remaja. Tindakan kenakalan remaja sangat beranekaragam dan bervariasi dan lebih terbatas jika dibandingkan tindakan kriminal orang dewasa. Juga motivasi para remaja sering lebih sederhana dan mudah dipahami misalnya : pencurian yang dilakukan oleh seorang remaja, hanya untuk memberikan hadiah kepada mereka yang disukainya dengan maksud untuk membuat kesan impresif yang baik atau mengagumkan.

Pada masa-masa usia remaja awal, apapun situasi tidak menyenangkan yang dihadapi oleh si remaja, pasti akan ditanggapi dengan berlebihan (bahasa gaulnya: lebay). Misalnya ketika ada remaja yang diejek oleh temannya gara-gara warna pakaiannya dianggap norak. Yakinlah, hari itu pasti akan menjadi bad day bagi si remaja. Dia bisa saja ia menjadi malas keluar kamar dan malas makan. Oleh karena itu, figur orang dewasa (terutama orangtua dan keluarga) sangat diperlukan oleh remaja agar ia dapat berkeluh kesah tentang kegalauannya. Tekanan sekecil apa pun, bagi remaja akan dianggap sebagai sebuah petaka besar.

Dampak Kenakalan Remaja yang terjadi Saat ini hampir tidak terhitung berapa jumlah remaja yang melakukan hal-hal negatif. Seperti kasus kriminal anak yang selama ini belum juga medapat titik temu seperti Tawuran antar kampung yang sering terjadi dari tahun ke tahun di Negeri ini. Dan kejadian tawuran antar kampung ini rata-rata melibatkan anak-anak dibawah umur yang dominan rata-rata putus sekolah. Bahkan, Dampak kenakalan remaja tersebut banyak sekali kerugian yang terjadi, baik bagi remaja itu sendiri maupun orang-orang di sekitar mereka. Akibat kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial tawuran antar kampung terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Seperti pengaruh minuman keras dan kurangnya dunia pendidikan terhadap anak dibawah umur. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial.

Jika dilihat dari perspektif psikologi perkembangan, penyimpangan perilaku yang terjadi pada anak-anak di bawah umur dan remaja seharusnya dikategorikan pada kenakalan remaja (juvenile delinquency). Kenakalan remaja ini adalah perilaku-perilaku yang secara umum tidak dibenarkan oleh normal sosial, seperti tindak pelanggaran di rumah ataupun sekolah hingga ke ranah kriminal. Lalu apa bedanya jika tindakan yang melanggar norma sosial (termasuk tindak kriminal) tersebut dilakukan oleh orang dewasa? Orang dewasa dianggap sadar sepenuhnya terhadap setiap tindakan yang ia lakukan (meskipun tidak semuanya seperti ini). Yang artinya masih dapat dikategorikan sebagai remaja (lebih spesifik lagi fase remaja awal). Secara umum, indikator perkembangan pada fase usia tersebut adalah kebingungan terhadap identitas. Remaja membentuk identitas dari apa yang ia lihat (imitasi).

Kegalauan yang terlihat berlebihan pada remaja saat ini sebenarnya merupakan refleksi dari kebutuhan yang besar agar mereka diperhatikan. Artinya, remaja-remaja di perkotaan banyak yang kurang mendapatkan perhatian dari lingkungan terdekat mereka. Jika remaja bisa menemukan saluran positif bagi energinya yang begitu besar, yakinlah mereka akan menjadi manusia kreatif.

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang realistis. Kestabilan emosi remaja dikarenakan tuntutan orang tua dan masyarakat yang akhirnya mendorong remaja untuk menyesuaikan diri dengan situasi dirinnya yang baru. Hal tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1990), yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi akan mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial remaja. Bertambahnya ketegangan emosional yang disebabkan remaja harus membuat penyesuaian terhadap harapan masyarakat yang berlainan dengan dirinya.

Remaja mulai bersikap kritis dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan perintah orang lain, remaja menanyakan alasan mengapa sesuatu perintah dianjurkan atau dilarang, remaja tidak mudah diyakinkan tanpa jalan pemikiran yang logis. Dengan perkembangan psikologis pada remaja, terjadi kekuatan mental, peningkatan kemampuan daya fikir, kemampuan mengingat dan memahami, serta terjadi peningkatan keberanian dalam mengemukakan pendapat.

Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negative. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja. remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti kehendaknya sendiri. Situasi ini dikenal dengan ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam  penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan  dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan orang lain disekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali di ungkapkan dengan perilaku perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya.

Manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak. Mari kita selamatkan generasi muda bangsa ini dari kenakalan-kenakalan yang dapat menghancurkan masa depan mereka. Generasi muda yang hancur adalah kerugian besar bagi sebuah negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline