Semenjak pandemi covid-19 (corona) kabah tutup dan tidak ada satu pun yang melaksanakan tawaf. Hanya ada penjaga kabah, itupun hanya bersih-bersih di sekitaran kabah. Bahkan orang kaya, sekalipun raja arab Saudi tidak diperbolehkan masuk disekitaran ka'bah, apa lagi kita heeee.
Saya berani menulis ini, karena ada salah satu foto viral yang memperlihatkan seorang pegawai lagi bersih-bersih kabah.
Ada salah satu hikmah yang saya petik, yakni tampaknya Tuhan ingin intim dengan para pembersih rumahnya itu. Karena mereka salah satu yang paling berjasa di sana.
Dengan mengambil hikmah hidup akan lebih enak, Nabi Muhammad Saw. Berpesan dalam hadist riwayat Tirmidzi. "Hikmah adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka pungutlah." Maka mestinya ORANG YANG BERIMAN TAK AKAN PERNAH TAKUT ATAU SEDIH, DALAM KONDISI APAPUN, KARENA IA PUNYA HIKMAH. NAMUN TANPA KELEMBUTAN IMAN, HIKMAH TAK AKAN NAMPAK. Sehingga, sebagian orang yang melihat foto tersebut tidak ada yang special sebagai satu-satunya orang yang bisa masuk ke ka'bah saat corona.
Terlepas dari itu, ada pertanyaan yang dilontarkan adalah," kok kabah bisa sepi?!" padahal, apalah arti ramai bagi agama? Sayyidina Ali Zainal Abiding, cicit Nabi pernah berjalan dengan salah satu sahabatnya yang bangga dengan pemandangan ramainya ka'bah. Lalu, Sayyidina Ali Zainal Abidin mengusap wajah sahabatnya itu. Sontak ia merasakan sedih lantaran hakikat orang ramai yang dilihatnya mengelilingi ka'bah itu adalah kerumunan binatang.
Bukankah memang tak sedikit orang yang ke ka'bah untuk pencitraan, mencuci uang, dan lain-lain? Maka, orang yang ke ka'bah tapi tuhan tak ada di hatinya, ia tak akan bertemu di sana. Sebagaimana kita beribadah kalau tak ada tuhan di hati kita, maka ibadah kita tak sempurna, atau bahkan sia-sia. Kadang kita tak sadar dalam hati seolah kita melihat tuhan, atau tuhan melihat kita?!
Begitu juga sebaliknya, ada orang yang tak ke ka'bah dibulan haji, tapi ia menjadi seorang haji yang mabrur karena ka'bah, yakni tuhan, ada dihatinya.
Sufi besar Fariduddin Ath-athar dalam karyanya Tadzkirah Al-awliya mengisahkan seorang ulama besar yang bernama, Abu Abdurrahman Abdullah ibn Al-mubarak Al-hanzhali Al-marwazi, sedang naik haji. Ia sempat tertidur di masjidil haram dan bermimpi. Dalam mimpinya, ia bertemu dua malaikat yang sedang ngobrol. "berapa banyak orang yang berhaji tahun ini?" Tanya salah satu malaikat."600 ribu," jawab malaikat lainya."berapa di antara mereka yang hajinya diterima?" Tanya malaikat tadi. "tidak ada. Namun, ada seorang tukang sol sepatu di damsyiq bernama Ali bin Al-muwaffaq yang tidak berhaji, tetapi Allah mengitungnya sebagai haji mabrur. Dan bahkan karena dia, Allah memabrurkan haji 600 ribu orang ini." Jawab malaikat satunya lagi. Abdullah bin Mubarak kaget mendengarnya percakapan itu hingga terbangun dari tidurnya. Ia penasaran ingin bertemu dengan Al-muaffaq itu.
Setelah haji, Abdullah bertemu dengan Al-muaffaq. Ia menceritakan mimpinya dan bertanya amalan apa yang dilakukan Al-muaffaq. Kemudian Al-muaffaq berkisah bahwa selama tiga puluh tahun ia menabung hasil kerja dari tukang sol sepatu untuk berhaji. Ia rindu bertemu Allah di kabah. Beberapa bulan menjelang musim haji tahun itu, uangnya terkumpul 340 dirham. Ia yakin tahun itu akan genap terkumpul 400 dirham, cukup untuknya berangkat haji tahun itu. Namun, menjelang musim haji ia batalkan rencananya karena di sekitar kampungnya ada seorang janda yang mempunyai beberapa anak yang kelaparan. Al-muaffaq kemudian menginfakkan 350 dirham tabungannya untuk makan dan kesejahteraan janda itu beserta anak-anak yatimnya. Dan ia hanya berharap ridha allah.
Dengan kisah tersebut, tuhan bukan hanya di kabah ataupun dimasjid. Sejatinya tuhan ada di hatimu. Ada satu kutipan dari puisi sufi besar, jalaluddin rumi dalam matsnawi: "aku mencari tuhan di masjid, gereja, dan kuil. Tapi aku menemukannya di hatiku".