Banyak orang tumbuh mendewasa tanpa tahu dan kenal lebih dalam tentang dirinya sendiri. Mereka mudah merasa tersinggung, marah dam berteriak, bahkan dengan mudah memutus relasi sosial.
Inner child adalah sisi kepribadian seseorang yang masih bereaksi seperti anak kecil atau sisi kekanak-kanakan dalam diri seseorang. Sisi ini terbentuk dari pengalaman atau trauma yang di alami seseorang selama masa kanak-kanak.
Trauma atau pengalaman menyakitkan, seperti;
* kekerasan dan pengabaian selama masa kanak-kanak. * kurang kasih sayang dan perlindungan. * pengasuhan dalam keluarga yang disfungsional. Ternyata dapat terbawa hingga dewasa, apabila tidak di sadari dan di sembuhkan.
Luka tersebut masih tersisa di alam bawah sadar, hingga mereka akan menunjukkan perilaku seperti; * tidak percaya diri. * takut di sakiti. * sulit menjalani hubungan. * mudah tersinggung dan marah. Dan perilaku ini adalah bentuk pertahanan diri mereka terhadap "bahaya" yang mungkin terjadi.
Menyembuhkan inner child yang terluka adalah sebuah proses yang panjang fan sangat personal. Hal pertama yang perlu kita sadari adalah bagaimana hubungan kita dengan "anak kecil" APAKAH KITA SERING MENYAPA NYA? APAKAH SUDAH MENERIMANYA SEPENUHNYA?
Mengabaikan hubungan diri dengan inner child kita justru akan menjadi rantai derita yang tidak berujung hingga lahir generasi selanjutnya. Oleh karena itu, putuslah rasa sakit ini hanya pada diri kita. Agar tidak ke generasi berikutnya.
Sadari bahwa diri kita mempunyai inner child yang butuh untuk di terima, dirangkul, diperhatikan, dan dicintai bagaimana pun keadaannya. Yakinkan padanya bahwa kita aman, kita baik-baik saja, dan kita terima serta cintai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H