Oleh
Muhammad Ilham Nurulillah
Aku ingin bertanya apakah kamu masih ingat dimana kita duduk bersama berdua berdiskusi tentang sebuah senja, saat mata tidak berhenti menatap dan hati enggan untuk berdetak. Kita berbicara tentang cinta dan mati dimana kita akan hidup kekal abadi di nirwana yang kita ciptakan bersama. Akan ku mulai cerita ini disebuah sore yang tenang pesisir pasir terus berdesir menyapa kita yang saat itu sedang melagkah menyussuri arah mata angina layaknya seorang pengembara.
Tidak ada kata yang tersimpan difikiran ku selain apa yang kamu rasakan saaat ini, apakah kmu senang ? kata kata itu tidak pernah berani terucap karena aku tidak siap akan jawaban yang nanti kau berikaan. Hanya tuhan yang mengetahui apa yang saat ini sedang kurasakan dan saat itu aku mencoba berfikir untuk berani melihat seringai senyum kecilmu. saat itu aku paham "ketika kita ingin melihat keindahan yang sederhana dan menjalankan Ibadan yang paling mudah maka tersenyumlah". Karena tidak ada nilai yang dapat diukur oleh nominal selain apa yang membuat mu bahagia dan nyaman sehingga dirimu ikhlas dalam menuai perjalananya.
obrolan tentang senja tidak ada akhir untuk kita menutup cerita kisah yang pernah kita lukis adalah cara terbaik tuhan menuis sekenario tentang kisah cinta dua orang anak manusia yang menyampaika cita melalui doa kepada tuhan pencipta alam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H