Tak banyak dari sedikit manusia apalagi remaja zaman sekarang yang lulusan pesantren dan hafal Al-Qur'an yang perilaku dan akhlaknya tak mencerminkan sekali. Bahkan mereka tak ada bedanya dengan remaja yang akhlaknya tak pernah menyentuh gemblengan kyai. Saya izin bercerita tentang perjuangan saya memberi mahkota untuk kedua orang tua saya. Diawal tahun 2016 tepatnya saya baru lulus sekolah Dasar, saya dimintai bapak saya untuk menuntut ilmu di pondok pesantren daerah jombang. Awalnya saya benar-benar takut dengan lingkungan pondok, teman-teman saya pun banyak yang melanjutkan di sekolah menengah negri, hampir dari 60 siswa hanya 4 sampai 5 yang melanjutkan di pondok pesantren. Bapak saya beralasan bahwa lingkungan itu yang akan membuat hidupmu tertata, sebab esok akan banyak pergaulan yang tak ada batasan sama sekali antara lawan jenis. Saya bersyukur sekali sebab Allah membukakan hati saya mengikuti arahan bapak saya menuntut ilmu di pondok pesantren.
Di hari pertama saya berangkat ke pondok pesantren abah dan mbah saya berpesan , begini pesannya "Di pondok orang tua mu bukan bapak ibu lagi melainkan pak yai dan bu nyai jadi cari sebanyak-banyaknya keberkahan dari mereka ikuti semua yang mereka perintahkan sebab mereka perantara Allah untuk memperbaiki akhlaqmu, duniamu dan akhiratmu". MasyaAllah, mereka mendukung sekali saya menuntut ilmu di pondok pesantren. Setibanya di pesantren saya masih kebingungan membedakan siapa itu pengurus pesantren dan pengasuh pesantren . Pengurus pesantren itu santri yang sudah lama bermukim di pesantren dan telah diamanahi kyai untuk mengatur dan merawat semua santri dibawahnya. Sedangkan pengasuh pesantren itu kyai dan bu nyai tadi pemilik pondok pesantren atau pendiri pondok pesantren yang saya tempati. Usai saya dan kedua orang tua sowan atau bisa disebut bertamu dikediaman pengasuh (ini termasuk tradisi atau sebuah penghormatan sebagai seorang murid ke gurunya).
Hari demi hari berganti minggu dan minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Hingga tiba di tahun ke 2 saya nyantri ada 3 anak sekolah dasar yang nyantri di pondok pesantren saya, mereka masih kelas 4 dan 5. Mereka masih saudara dari kyai ku dari balikpapan kalimantan. Diumur yang masih terbilang kecil mereka hafalan Al-Qur'an pada kyai ku. Entah apa yang membuatku penasaran sebab sebelumnya pondok pesantren ku hanya mengajar kitab. Adanya mereka ber 3 membuat perubahan besar di pondok pesantren ku. Saya bertanya pada salah satu dari mereka "sulit apa tidak menghafal alquran itu? ", dengan wajah yang bahagia dan menguntai senyum dia menjawab "tidak ada kata sulit buat mereka yang ingin menjaga kalam Allah kak".Kemudian dalam beberapa minggu saya makin yakin kalau mereka bisa saya juga pasti bisa. Tekatku disitu sudah bulat dan qodarulloh Allah memantapkan niatku dan saya matur (bilang ke kyai saya kalau saya ingin juga seperti mereka ber 3 dan alhamdulillah nya kyai saya menyetujui niat saya dan saya benar-benar diarahkan dengan baik oleh kyai saya. Setelah satu hari saya menghafal dari juz tigapuluh saya mengabari kedua orang tua saya lewat telepon pondok pesantren. Di minggu itu juga kedua orang tua saya datang ke pondok pesantren dan berkata " menghafal alquran itu banyak rintangan nya tapi kalau kamu yakin bisa melewatinya bapak sama ibu akan berada di belakang mu untuk selalu mendunkungmu" . Saya semakin bersemangat untuk menghafalkan hingga tuntas.
Dua tahun berlalu, memang benar yang dikatakan bapak kalau menghafal banyak rintangan nya dari mulai saya sering sakit hingga pertemanan, hingga saya tidak fokus sekolah melainkan memikirkan nanti ziyadah berapa ya? Selalu begitu. Banyak sekali teman yang mengajak malas melakukan apapun dan ada juga yang teman mendukung mengingatkan saya kalau belum murajaah sama sekali ada juga teman yang bodoamat hanya melihat saja tanpa berkomentar apapun. Terkadang saya ingin menjauhi mereka yang membuat saya malas murojaah yang sukanya mengajak saya berbicara hal yang tak terlalu penting tetapi saya tidak terlalu enak kalau langsung menjauhi sebab mereka tidak pernah menyakiti hati saya. Usai lulus sekolah menengah pertama saya berniat berpindah pondok pesantren ke pondok yang hanya khusus menghafal alquran, tujuannya ya karena saya ingin benar-benar fokus menghafal alquran. Kedua orang tua saya menuruti permintaan saya dan kami pun pamit pada kyai dan bu nyai yang telah membimbing saya dari tiga tahun ini. Sebenarnya saya agak berat sebab ganti guru dalam menghafal alquran itu tidak dianjurkan yang dianjurkan hanya satu guru hingga selesai atau khotam.
Saya menemukan pondok pesantren yang tidak terlalu jauh dari sebelumnya hanya beda kecamatan tetap satu kabupaten jombang. Disitu saya langsung beradaptasi dengan lingkungan nya tetap ditahun pertama disitu saya dimintai untuk menghatamkan alquran sebanyak 41 kali dan saya menyanggupi nya. Nah, disitu saya agak menyepelekan seharusnya hanya membutuhkan waktu tiga sampai empat bulan saja namun saya menghabiskan satu tahun lamanya. Saat saya mulai menghafal kembali saya memulai nya dari juz 1,dulu ketika saya di pondok pesantren yang kemarin sampai juz 7 dan juz 30.Dipondok pesantren yang sekarang saya mengulang kembali dari juz satu. Saya menyesal di kala itu, saya iri melihat teman saya yang telah menghafal beberapa bulan sebelum saya telah banyak juz saya tertinggal nya.
Dulu saya menyepelekan sebab pengaruh pergaulan di sekolah, saya mengikuti trend pada masa itu seperti membuat akun instagram dan memposting banyak momen foto bareng teman, mengidolakan artis Korea seperti K-pop yang berlebihan hingga membuat saya lupa tanggungjawab saya menghatamkan 41 kali dan juga mereka yang selalu mengajak saya bersantai jalan-jalan ke sana kesitu tanpa ada faedah atau manfaat nya,hanya menghabiskan uang dari orang tua ku dan membuang sia-sia waktu yang sebenarnya untuk belajar. Dari situ saya sedikit demi sedikit menjauhi mereka yang membuat saya berdampak negatif. Saya tak lagi menghiraukan trend trend pada masa itu, saya hanya berfokus pada tujuan awal saya berpindah pondok pesantren dahulu ke pondok pesantren yang sekarang. Seharusnya saya lebih baik dari dahulu bukannya malah menyia-nyiakan waktu untuk mengikuti trend masa itu. Mereka pun sedikit demi sedikit menjauhi ku sebab sudah tak se asyik saat dahulu, bahkan ada yang memfitnah saya kalau saya menyepelehkan tugas-tugas sekolah dan lebih fokus pada hafalan di pondok pesantren. Emang kalau difikir apa salahnya jika saya lebih berfokus pada satu tujuan dan meskipun saya harus merelakan satu tujuan lain pun tidak ada ruginya buat mereka bukan. Mereka terlalu beropini bahwa saya tidak perduli dengan tugas sekolah , padahal saya juga memikirkan nya hingga pusing sampai-sampai saya juga sering sakit-sakitan saat ditahun ke-dua dulu.
Sebenarnya ada banyak sekali lika-liku saya ketika menghafal alquran tetapi kedua orang tua saya selalu mendukung dan menguatkan saya, ketika saya di besuk sekalipun saya kerap menangis sebab tak kuat dengan omongan pedas teman-teman saya dan susahnya ziyadah. Di pondok pesantren saya ada peraturan baru sebelum naik juz yaitu dengan mengharuskan tasmi 5 juz kelipatan (tasmi adalah membaca secara bilghaib atau tidak membaca mushaf disimak oleh banyak orang dan dibaca di mikrofon atau pengeras suara). Semakin banyak rintangan buat saya segera khotam. Tetapi saya disitu juga berfikir mungkin ada hikmah dari adanya peraturan baru ini, dan dari semua kesimpulan akhirnya saya menemukan titik terang nya. Meski harus bersusah-payah dahulu tetapi hasil dari bersusah-payah ini akan terasa ketika setelah khotam nanti. Pada akhirnya saya ikhlas melaksanakan semua peraturan dari pondok pesantren.
Disaat semua teman satu kelas membenci saya, disitu ada ustazah penyimak ziyadah saya yang menguatkan saya juga, serta teman satu kamar yang sering mengingatkan saya untuk tetap semangat hingga bisa bangkit berkali-kali. Saya pernah dengar pepatah jikalau ada orang terasa di dizalimi oleh suatu kaum, dia yang terzalimi do'anya paling didengar oleh Allah. Saya mempercayai itu dan saya melakukan sebuah doa ketika mereka menghina didepan mata saya "semoga mereka yang menghina saya bisa segera menghafal dan merasakan bagaimana sulitnya dan galaunya ketika hafalan tak kunjung lancar lanyah". Cobaan demi cobaan saya lewati dengan tangis dan tawa. Alhamdulillah ada dua teman kelas yang di pihak saya, mereka juga termasuk kaum yang diasingkan. Kami bersatu dan tak perduli dengan omongan mereka yang selalu menzolimi kaum seperti kami. Diakhir tahun saya Sekolah menengah akhir teman-teman kelas yang dahulu nya menghina saya banyak yang sudah diperbolehkan menghafal oleh pondok pesantren, dan qodarulloh banyak dari mereka tak kuat dengan peraturan menghafal di pondok pesantren terlebih lagi mereka yang mendapatkan ustazah penyimak yang banyak tuntutan. Diantara mereka ada yang boyong atau keluar berpindah pondok pesantren yang peraturan nya ringan. Allah membalas sakit hatiku dengan cara mereka merasakan sendiri yang saya juga rasakan ketika mereka menghina saya dahulu. Tapi sudahlah Allah telah membalas mereka, saya tidak berhak untuk berlama-lama memendam rasa marah saya, toh itu juga tidak baik pada diri saya juga mengganggu proses menghafal saya. Banyak dari teman saya yang berpindah pondok pesantren dan banyak juga yang melanjutkan ke jenjang perkuliahan, namun ada juga yang menikah dan bekerja karena faktor ekonomi keluarga yang pas-pasan.
Namun saya dan ke dua teman saya yang dahulu sering bersama tetap Allah bersama kan walaupun kami telah lulus sekolah menengah atas. Memang hafalan saya di situ belum khotam, masih kurang sepuluh juz terakhir. Bapak ibu meminta saya untuk menyelesaikan nya di pondok pesantren ini tidak berpindah-pindah pondok pesantren lagi, sebab berpindah-pindah pondok pesantren memerlukan banyak biaya dan di situ juga saya memiliki saudara adik perempuan kandung yang juga memerlukan biaya untuk ber sekolah dasar. Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan nya walaupun di awal terasa berat sebab melihat banyak teman-teman saya yang sudah tidak melanjutkan di sini. Mereka beralasan bahwa pengurus pondok pesantren nya dzolim, hanya memerintah tetapi kecil tindakan. Memang di masa itu saya benar-benar ingat, kalau mereka terlalu mengekang santri biasa dan membeda-bedakan antara santri yang dekat dengan mereka dan santri biasa. Saya sempat meminta untuk pindah pondok pesantren tetapi tetap tidak diperbolehkan. Ya sudah lah, toh saya juga anak sulung harus mengerti keadaan ekonomi keluarga.
Seiring berjalannya waktu, beberapa bulan setelah kelulusan sekolah menengah atas saya di pindahkan ke cabang, sebab sudah waktunya mengabdi pada pondok pesantren. Awalnya di daerah diwek dan kini berpindah ke daerah bareng, tetap di kabupaten jombang. Disana disebut dengan Karantina Wisuda Hafiz sebeb pak kyai saya meminta pengurus untuk mencari yang menginginkan dan berminat untuk wisuda hafiz periode selanjutnya. Sebenarnya saya hanya ingin mengkhotamkan saja, namun ustazah saya meminta untuk saya ikut tasmi' 15 juz buat syarat ikut wisuda. Dan saya tetap tidak bisa menolak kemudian mengikuti perintah dari ustazah saya. Usai tasmi' wisuda saya kembali menghafalkan hingga 2 bulan setelah itu Alhamdulillah hafalan saya telah khotam, akan tetapi itu bukan akhir dari perjuangan saya, justru itu awal mula dibukanya lembaran baru dan tugas sesungguhnya yaitu murojaah sampai mati. Sehabis itu saya izin boyong atau berpindah pondok pesantren ke pondok pesantren saya yang dahulu waktu sekolah menengah pertama. Kyai saya meminta agar saya mengikuti Wisuda Hafiz di pondok pesantren itu.
Akhirnya saya kembali lagi di pondok pesantren saat sekolah menengah pertama dahulu. Disana saya hanya satu kali menghatamkan atau murojaah Hafalan-hafalan saya. Lima bulan berlalu, kini waktunya saya membuktikan pada kedua orang tua saya bahwa saya bisa bertahan hingga di jenjang wisuda Hafiz ini. Ketika sungkeman saya yang mewakili ibu, sebab bapak saya introvert kalau didepan orang banyak. Dan saat sungkeman saya menangis sejadi-jadinya sebab saya masih tidak menyangka bahwa saya bisa melewati semua ini dari awal saya termotivasi oleh tiga anak sekolah dasar hingga saya berada di titik dimana titik itu merupakan kabar bahagia buat saya dan kedua orang tua saya. Sebelumnya saya juga diuji oleh Allah dalam hal perasaan hingga saya tidak bisa menahan rasa itu dan saya terjerumus pada dosa pacaran, saya juga disadarkan oleh teman-teman saya bahwa kita sebagai penghafal alquran harus berakhlaq alquran juga. Alhamdulillah nya saya selalu dikelilingi oleh para orang-orang yang menginginkan saya ketika saya keluar dari jalan Allah. Memang benar ya, apa yang kita rawat sedari kecil akan membuahkan hasil yang diinginkan bahkan menurut saya rencana Allah lebih indah dari bayangan saya selama ini. Setelah saya wisuda Hafiz saya mengabdi selama empat bulan kemudian dimintai ibu saya untuk fokus pada pendaftaran perkuliahan sebab saya sudah satu tahun berhenti. Qodarulloh Allah memberi saya amanah untuk mengamalkan ilmu saya dahulu di sebuah yayasan, disitu terdapat pondok pesantren untuk anak sekolah dasar, TK, PAUD, SDIT juga. Saya meminta izin sebelum menuntut ilmu di bangku perkuliahan saya ingin mencoba bagaimana rasanya menjadi seorang guru. Alhamdulillah kedua orang tua saya mendukung meski setelah saya di Terima di Universitas islam negeri sunan ampel ini saya harus pamit. Tetapi alhamdulillah saya merasakan bahagianya mengajar sebelum benar-benar memiliki gelar sarjana.