Berbagai Dampak dari Proses Penyelenggaraan Pemilu bagi Sektor Ekonomi
Pada 14 Februari 2024 telah diselenggarakan Pemilihan Umum secara menyeluruh dan Pesta demokrasi tersebut berjalan dengan teratur dan damai. Dengan diadakannya Pemilihan Umum tentu akan memberikan dampak terhadap beberapa sektor, khususnya terhadap sektor ekonomi.
Menurut Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Abdurohman mengatakan bahwa dengan adanya Pemilihan Umum memberikan dampak langsung dan dampak tak langsung. Dampak langsung dapat dilihat ketika Pemerintah melakukan peningkatan belanja negara dalam APBN yang dialokasikan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, total anggaran APBN untuk Pemilihan Umum 2024 tercatat sebesar 71,8 T. Pemerintah melakukan konsumsi belanja negara mulai dari persiapan hingga pelaksanaan kegiatan pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu dari tingkat pusat hingga daerah. Lalu ketika berlangsungnya pemilu banyak aktivitas yang membutuhkan biaya besar, contohnya ketika diadakan kampanye akbar pasti memerlukan anggaran untuk kampanye serta peningkatan keamanan demi kelancaran acara tersebut. Akibat dari belanja pemerintah tersebut yang mengakibatkan dampak ekonominya bisa langsung dirasakan.
Kemudian dampak tak langsung yaitu konsumsi masyarakat yang disebabkan oleh peningkatan penghasilan masyarakat dan Lembaga Non-profit Rumah Tangga (LNPRT) selama kampanye dan pelaksanaan Pemilihan Umum. Permintaan logistik, makanan-minuman serta produk dan layanan mendorong sektor produksi dan distribusi semakin meningkat. Kemudian sektor transportasi dan akomodasi juga ikut tumbuh dikarenakan para pendukung yang berdatangan dari berbagai daerah berkumpul di tempat kampanye tersebut.Dengan pemerintah melakukan konsumsi dan belanja negara hingga Badan Ad Hoc yang mendapatkan upah Pemilihan Umum, hal tersebut turut mengakibatkan peningkatan terhadap daya beli masyarakat.
Selanjutnya terdapat dampak lain yang juga dirasakan oleh seluruh masyarakat yaitu kenaikan harga barang pokok yang melambung tinggi terutama komoditas beras setelah berlangsungnya pemilu. Harga beras secara nasional naik 2,92 persen pada pekan ketiga Februari 2024 dibandingkan dengan harga Januari 2024. Sebelumnya hanya 161 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras, namun saat ini terjadi di 179 kabupaten/kota. Pada pekan ketiga Februari 2024, sebanyak 20% wilayah di Indonesia memiliki harga beras di atas rata-rata nasional. Menurut Badan Pusat Statistik berdasarkan Perkembangan Indeks Harga Konsumen pada bulan Februari 2024 inflasi mengalami kenaikan 18% yang semula 2,57% di bulan januari menjadi 2,75% di bulan Februari, komoditas penyumbang utama yang andil dalam inflasi yang tertinggi yaitu beras mencapai angka 0,67.
Beberapa faktor yang memicu terjadinya kenaikan harga beras yaitu adanya El Nino yang melanda Indonesia beberapa waktu lalu, kelangkaan gabah di berbagai daerah dan cuaca pada musim hujan yang tidak menentu sehingga mengakibatkan penurunan produksi bahkan mengalami gagal panen. Kemudian berbagai toko tidak mampu menyetok sembako terutama beras dikarenakan harga dari produsen sangat tinggi sehingga mengakibatkan kelangkaan. Contohnya harga beras premium dari produsen dijual seharga Rp 15.000 -16.000/kg sedangkan HET yang ditetapkan oleh pemerintah hanya Rp 13.900-14.800/kg, hal tersebut yang mengakibatkan stok beras di toko kosong.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut Ferry Irawan selaku Deputi BK Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian memastikan pemerintah akan melakukan upaya untuk pengendalian harga beras dan memastikan stok di pasar mencukupi melalui penyaluran bantuan pangan beras oleh Badan Pangan Nasional dan percepatan penyaluran Stabilitas Pangan dan Harga Pangan (SPHP) serta memasifkan operasi pasar murah maupun program pangan murah di berbagai daerah. Kemudian Kementerian Dalam Negeri juga telah mendorong Pemerintah Daerah untuk memperkuat cadangan pangan daerah serta diikuti Kementrian Pertanian yang terus meningkatkan produksi beras dalam negeri termasuk melalui penambahan alokasi pupuk hingga Rp 14 Triliun dan memberikan akses pembiayaan bagi petani melalui KUR.
Dengan kondisi tersebut sebaiknya respon masyarakat tetap tenang dan lebih fokus untuk mengendalikan hal yang bisa dikendalikan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi dan Inflasi yang tinggi. Melalui pengaturan keuangan dengan mengurangi pengeluaran konsumtif dan tersier, karena ketika terjadi inflasi tinggi harga barang dan jasa naik tetapi pendapatan tidak ikut naik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H