Sudah setahun lebih, semenjak datangnya pandemi toko sepatu milik Setyo jarang dikunjungi pembeli, padahal sebelumnya toko yang ia mulai sejak 2012 itu cukup ramai dikunjungi. Menurut pengakuannya, sebelum adanya pandemi ia mampu meraup omset sekitar 1 juta hingga 2 juta rupiah dalam sehari.
Namun, semenjak adanya pandemi penjualan sepatu mengalami penurunan yang cukup drastis hingga sekitar 90%.
"Dulu, sih lumayan rame, mbak. Sehari bisa laku sejuta sampai dua juta. Soalnya saya juga ngelayanin pesenan grosiran. Tapi sekarang penjualan udah enggak kayak dulu, kemarin aja saya buka dari pagi sampai malam cuma laku kaos kaki satu, bahkan pernah juga enggak laku sama sekali." ujar Setyo, Sabtu (26/06/2021)
Ia yang terbiasa membuka toko dari jam 09.00 pagi hingga jam 10.00 malam pun kini terpaksa harus menutup tokonya lebih awal.
"Saya biasa buka toko setiap hari dari jam 09.00 pagi sampai jam 10.00 malam, cuma semenjak corona ini ada peraturan kalau semua toko harus tutup jam 08.00 malam. Padahal justru pelanggan saya biasanya dateng ke toko malem, sehabis pulang kerja." ungkap Setyo
Setyo juga mengungkapkan bahwa salah satu penyebab terjadinya penurunan penjualan sepatu di masa pandemi adalah adanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara daring, hal ini menyebabkan ajaran baru tak banyak memberikan pengaruh kepada tokonya sebab anak-anak sekolah pun tidak lagi membutuhkan sepatu dari tokonya.
"Biasanya kalau mau mulai ajaran baru seperti sekarang, banyak anak sekolah yang nyari sepatu, ada juga sekolah-sekolah swasta yang mesen sepatu buat seragam sekolah. Tapi ini enggak, mungkin ya karena sekolah lagi daring seperti ini, jadi enggak perlu pake sepatu" jelasnya
Tak hanya itu, di masa seperti ini, orang-orang mulai mengurangi kegiatan berpergian atau kegiatan di luar rumah, sehingga lebih memilih untuk membeli apapun secara online. Sedangkan beberapa lainnya yang terdampak tentu akan memilih menggunakan uangnya untuk kebutuhan makan saja.
Ya, sejak 2012 awal di mana ia memulai usahanya, baginya ini adalah sejarah terparah yang pernah ia alami. Dari yang semula dapat meraup omset sekian juta perhari hingga kini tak ada penghasilan sama sekali. Hal ini membuatnya merasa pesimis melanjutkan usahanya, sementara untuk bertahan hidup kini ia hanya mengandalkan uang tabungannya.
"Sebenarnya saya masih ada sedikit tabungan, tapi kalau kondisi toko terus seperti ini saya enggak yakin bisa melanjutkan toko karena uang tabungan saya sudah terus kepake untuk bayar sewa toko, bayar listrik, dan kebutuhan sehari-hari." ungkap Setyo
Di sisi lain, Setyo pun ingin menghentikan usahanya. Namun, ia berpikir bahwa umurnya sudah tidak lagi muda untuk melamar kerja sebagai karyawan swasta, sementara ia pun juga tidak punya banyak keahlian yang bisa dijual. Hal ini lah yang membuatnya cemas ketika harus memikirkan bagaimana untuk melanjutkan hidup ke depannya dan mencukupi kebutuhan keluarganya.