Lihat ke Halaman Asli

Membangun Keterampilan 4C Abad 21 melalui Cerita Rakyat Nusantara dalam Kurikulum Merdeka untuk Siswa SD

Diperbarui: 6 November 2024   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sabilatul Aisyah Putri, Muhammad Nofan Zulfahmi

Abad 21 menuntut para siswa memiliki keterampilan yang lebih dari sekadar kemampuan literasi, numerasi, serta keterampilan menulis. Keterampilan yang dikenal sebagai 4C Critical Thinking (berpikir kritis), Communication (komunikasi), Collaboration (kolaborasi), dan Creativity (kreativitas) menjadi hal yang penting dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang. Brookhart (Dasar, 2020) menyatakan bahwa mengajarkan keterampilan abad 21 bagi siswa memiliki manfaat dalam membentuk siswa yang mampu berkomunikasi dengan baik, bahkan dengan orang yang berbeda latar belakang. Selain itu, mereka akan memiliki pendirian yang kuat, mampu mengemukakan pendapat, dan mencari solusi untuk berbagai masalah yang dihadapi, baik secara pribadi maupun dalam lingkup masyarakat. Siswa juga akan terampil dalam menciptakan hal-hal baru dengan cara menganalisis peluang, tantangan, dan kemampuan mereka secara lebih baik.

Kurikulum merdeka dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan ini. Salah satu cara yang menarik dan relevan untuk membangun keterampilan 4C di jenjang sekolah dasar adalah melalui pengajaran cerita rakyat Nusantara. Seperti dalam teori konstruktivisme menurut (Suryadi et al., 2022 : 18) yang menekankan bahwa pendidik perlu merancang proses belajar yang memungkinkan siswa berperan aktif dalam memahami materi pelajaran. Interaksi dan diskusi di dalam kelas diharapkan dapat membantu siswa memahami materi dengan lebih baik. Cerita rakyat adalah warisan budaya yang kaya dan mengandung nilai-nilai moral yang kuat, yang dapat dijadikan bahan pembelajaran sesuai prinsip konstruktivisme. Cerita seperti 'Malin Kundang, 'Sangkuriang' atau 'Bawang Merah Bawang Putih' tidak hanya menghibur, tetapi memiliki banyak pesan kehidupan yang dapat merangsang kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa. Melalui cerita ini, siswa dapat belajar memahami berbagai sudut pandang, mengenali masalah dengan cara menganalisis tokoh, alur cerita, dan konflik yang ada, serta mencari solusi yang dapat membantu mereka membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pemikiran kritis. Selain itu, cerita rakyat juga membuka ruang untuk berdiskusi, bekerja sama dalam kelompok, serta mengembangkan ide-ide kreatif. Dengan membuat drama dari cerita yang dipelajari, menulis ulang cerita dengan versi yang berbeda, atau bahkan menciptakan ilustrasi berdasarkan cerita tersebut, siswa aktif membangun pengetahuan yang mendukung pengembangan keterampilan 4C yang sangat dibutuhkan di era modern.

Kurikulum Merdeka menitikberatkan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Sehingga siswa didorong untuk lebih aktif, kreatif, dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Penggunaan cerita rakyat sebagai media pembelajaran memungkinkan siswa untuk lebih terlibat secara emosional dan intelektual. Dalam pembelajaran interaktif, guru dapat memanfaatkan cerita rakyat untuk berdiskusi bersama, membuat proyek kolaboratif, dan mengajak siswa untuk berpikir kritis terhadap makna-makna yang tersirat dalam cerita. Makna dalam cerita tersebut dapat membentuk pola pikir dan perilaku peserta didik. Hal ini selaras dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas), pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa guru harus dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didiknya secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lainnya yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Beberapa contoh dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, cerita rakyat dapat digunakan sebagai bahan untuk memahami teks naratif dan menganalisis unsur intrinsik serta ekstrinsiknya. Dalam pembelajaran IPAS, cerita rakyat dapat mengaitkan siswa dengan latar belakang budaya dan sejarah dari daerah tertentu di Indonesia. Sedangkan dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila, cerita rakyat bisa menjadi sarana untuk memahami nilai-nilai sosial, kejujuran, kerja sama, dan keadilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pendapat Danandjaja (Muktadir & Darmansyah, 2021), menyatakan cerita rakyat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Melalui kisah-kisahnya, anak dapat belajar nilai-nilai kebaikan serta memahami harapan dan impian yang positif. Selain itu, cerita rakyat memperkuat budaya, mengajarkan norma-norma sosial, dan berfungsi sebagai panduan agar anak memahami batasan dalam bertindak dan berperilaku di tengah masyarakat. Cerita rakyat mengandung banyak pesan yang bermanfaat untuk membudayakan nilai-nilai karakter pada peserta didik di tingkat sekolah dasar. Melalui cerita-cerita sederhana yang penuh makna, siswa dapat belajar tentang berbagai nilai moral yang dapat mereka terapkan dalam keseharian. Cerita rakyat juga membantu siswa mengasah keterampilan yang diperlukan pada abad ini, yaitu keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas (4C), yang sangat diperlukan di era modern ini.

Pertama, cerita rakyat dapat melatih siswa untuk berpikir kritis. Menurut (Rahmat, 2021), Pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret, siswa SD diarahkan untuk menyambungkan pengetahuan baru dengan wawasan yang telah dimiliki. Pembelajaran dengan cerita rakyat dapat mengajak siswa untuk menilai tindakan para tokoh dan memikirkan apakah tindakan tersebut benar atau salah. Ini membantu mereka dalam membuat keputusan yang lebih tepat dan juga melatih kemampuan mereka dalam menganalisis informasi. Siswa juga bisa didorong untuk memprediksi akhir cerita atau mencari solusi atas masalah yang dihadapi oleh para tokoh. 

Selain berpikir kritis, cerita rakyat juga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Menurut (Mubarok et al., 2023s : 113) pada usia 9-12 tahun, anak sekolah dasar umumnya memiliki penguasaan sekitar 80.000 kata. Mereka sudah fasih menggunakan kosakata yang berkaitan dengan dunia akademik, mampu menyusun kata-kata menjadi kalimat yang baik, serta dapat menggunakan kata sambung dengan tepat. Usia tersebut siswa dapat berbagi pendapat tentang cerita yang mereka baca, mereka belajar untuk mengungkapkan pikiran mereka secara jelas dan efektif. Diskusi kelompok atau presentasi di kelas juga membantu siswa berlatih berbicara di depan umum, mendengarkan pendapat teman, serta memberikan dan menerima umpan balik dengan baik. Semua ini sangat penting untuk membangun keterampilan komunikasi yang akan mereka gunakan di kehidupan nyata. Cerita rakyat juga mendukung pengembangan keterampilan kerja sama. Banyak aktivitas yang berhubungan dengan cerita rakyat, seperti bermain peran atau mengerjakan proyek kelompok, membutuhkan kerja sama antar siswa. Dalam kegiatan ini, mereka belajar bagaimana menghargai pendapat teman, berbagi tugas, dan bekerja bersama agar dapat mencapai tujuan yang sama. Misalnya, ketika siswa berkolaborasi dalam memerankan tokoh dalam cerita atau menulis ulang cerita dengan versi mereka sendiri, mereka belajar pentingnya bekerja sama dan saling mendukung.

Terakhir, cerita rakyat juga dapat mendorong kreativitas siswa. Siswa bisa mengekspresikan ide-ide mereka melalui pembuatan ilustrasi, penulisan ulang cerita, atau adaptasi cerita menjadi drama. Kegiatan ini memungkinkan mereka berpikir kreatif dan inovatif dalam menemukan cara baru untuk menyampaikan ide-ide mereka. Kreativitas ini penting dalam membantu siswa menghadapi tantangan di masa depan dengan cara-cara yang baru dan segar. Secara keseluruhan, cerita rakyat bukan hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga alat pembelajaran yang kuat untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan mengembangkan keterampilan 4C pada siswa SD. Dengan memasukkan cerita rakyat ke dalam pembelajaran, kita dapat mempersiapkan siswa menjadi individu yang berpikir kritis, komunikatif, kolaboratif, dan kreatif di era abad 21.

Daftar Pustaka

Dasar, D. I. S. (2020). Mengajarkan Keterampilan Abad 21 4C ( Communication , Collaboration , Critical Thinking and Problem Solving , Creativity and Innovation ). 7(September), 185--197.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline