Lihat ke Halaman Asli

....Dan Data PPATK Pun Dipelintir

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi terkorup versi Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), demikian kabar yang menghentak awal pekan ini. Ditelisik ternyata berita itu missleading dan tendensius. Ada apa?

Adalah Wakil Kepala PPATK Agus Santoso yang mengungkap soal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi terkorup se-Indonesia dengan persentase sebesar 46,7 persen. Definisi korupsi di sini di antaranya memindahkan dana APBD ke rekening pribadi bendaharawan. Meski, dalam praktiknya, perpindahan dana tersebut tidak mesti ke rekening bendaharawan.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan di publik mengingat selama ini biasanya pengungkapan indikasi korupsi di sebuah instansi pemerintah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atau juga laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Apalagi BPK telah selesai memeriksa laporan keuangan Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2011 dan dinyatakan wajar tanpa pengecualian.

Ketika dikonfirmasi tentang kabar Pemerintah DKI Jakarta sebagai provinsi terkorup se-Indnesia, Kepala PPATK Muhammad Yusuf menjelaskan data tersebut bukan berarti seluruhnya menyangkut orang Pemprov DKI. Dia menampik pemberitaan sebelumnya.

"Berita yang sebenarnya tidak demikian, data statistik kita memuat data Transaksi Keuangan Mencurigakan di wilayah DKI, jadi belum tentu menyangkut orang Pemda semuanya," kata Yusuf kepada media melalui BlackBerry Messenger (BBM). (sumber : http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1899034/provinsi-dki-terkorup-kabar-sesat-jelang-pilkada)

Dia menyebutkan data transaksi yang mencurigakan yang berada di wilayah DKI sebenarnya tergolong kecil. "Jumlah Transaksi mencurigakan tersebut masih terbilang ‘kecil’ jika dilihat dari kondisi Jakarta," tegas Yusuf.

Dia menyebutkan, kondisi Jakarta yang mengelola dana APBD sekitar Rp50 triliun setiap tahun dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, pusat bisnis, pusat pemerintahan serta kota transit untuk ke luar negeri.

Terkait pemberitaan yang mencuat ke publik, Yusuf menyayangkan pemberitaan tersebut yang missleading dan bernada tendensius. "Itulah yang saya sayangkan, belum lagi ‘image’ yang muncul pemberitaan itu menyerang Fauzi Bowo karena bersamaan dengan Pilkada DKI Jakarta," papar alumnus Universitas Indonesia (UI) ini.

Terkait dengan data PPATK, pengganti Yunus Husein ini menuturkan pihaknya memuat data transaksi seluruh provinsi. Mengenai rangking Provinsi Bangka Belitung yang paling kecil dilihat dari data transaksi mencurigakan, Yusuf menyebutkan bila saja Provinsi Bangka Belitung mengelola APBD sebesar DKI Jakarta serta persoalan sekomplek Jakarta, bisa saja keadaannya berbeda. "Apakah persentasi transaksi mencurigakannya tetap rendah seperti sekarang? Atau bisa saja akan lebih tinggi?" kata Yusuf.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline