Pendidikan Dari Sabang Sudahkah Sampai Merauke?
Sabellah Ramadhiani Fitri
Pontianak, Kalimantan Barat
Pendidikan adalah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-cita agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukan dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.
Pendapat di atas merupakan pemikiran yang disampaikan oleh Prof. DR. H. Mahmud Yunus. Beliau merupakan seorang Ulama bidang tafsir dan ahli pendidikan Islam Indonesia.
Dari makna pendidikan yang dijabarkan oleh Prof. DR. H. Mahmud Yunus tentang pendidikan, dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk membangun suatu bangsa. Dengan begitu anak-anak negeri harus mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan wajib 12 tahun hingga memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Sehingga mampu bersaing dan menciptakan inovasi terbarukan untuk kelangsungan hidup bernegara dan membantu dalam memajukan SDM di Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang memiliki kepadatan penduduk ke-4 di dunia berdasarkan data worldometer. Berarti Indonesia bisa saja memiliki SDM yang berkualitas.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, murid di Indonesia sebanyak 24,33 juta orang pada tahun ajaran 2021/2022. Jumlah itu menurun 2,01% dari periode sebelumnya yang sebanyak 24,83 juta orang.
Pertanyaan-nya, mengapa jumlah pelajar di Indonesia berdasarkan data BPS mengalami penurunan? Apakah pendidikan di Indonesia sudah merata dari titik 0 tugu distrik Sota, Merauke hingga ke titik 0 tugu Saba, Nanggroe Aceh Darussalam?
Fakta dilapangan menjawab bahwa pendidikan di Indonesia belum merata dari Sabang sampai ke Merauke. Wabah Covid-19 menjadi salah satu factor penghambat pemerataan pendidikan dan juga menjadi penyebab turunnya persentase jumlah murid di Indonesia.
Akibat wabah Covid-19 yang juga mewabah di Indonesia, pemerintah mengambil kebijakan seluruh aktivitas belajar-mengajar dilakukan secara daring. Sebenarnya Indonesia belum dikatakan siap secara keseluruhan untuk melakukan praktek belajar secara daring. Karena aktivitas daring sangat bergantung pada kemajuan teknologi. Sementara fasilitas pendidikan di Indonesia saja belum tersebar merata dari Sabang sampai ke Merauke. Tidak semua sudut daerah Indonesia terjangkau olej internet dan tidak semua orangtua mampuh membelikan smartphone untuk anaknya.
Ketika wabah Covid-19 melanda Indonesia, keadaan sistem pendidikan begitu miris untuk dilihat. Contohnya dikutip dari laman News Detik.com (23/072020) Seorang siswa kelas VII SMPN 1 Rembang, Dimas Ibnu seorang diri belajar tatap muka di kelas karena hanya dia yang tidak memiliki smartphone. Tidak sedikit juga siswa yang mengambil keputusan bertolak belakang dengan Dimas yaitu memilih untuk berhenti sekolah karena tidak mampuh membeli kouta internet dan smartphone.