Masjid Agung Baitul Makmur di Meulaboh, Aceh Barat, dari berbagai sudut pandang, secara fisik arsitektur ataupun secara spiritual, memang layak diposisikan sebagai masjid terindah di Nusantara.
Anda bisa membaca mungkin ribuan ulasannya melalui berbagaii link di Google. Dan hampir semuanya sepakat: dipotret dari sudut manapun, selalu eye-catching (menarik dilihat).
Artikel ini hanya tertarik mengulas sisi pewarnaannya saja.
Lima kubah utamanya, plus dua kubah kecilnya, dicat dengan warna merah hati atau merah marun.
Pertanyaannya, bolehkah atau tabukah jika sebuah masjid diwarnai-dicat dengan warna dasar merah?
Sependek pengetahuan saya, tidak ada satupun ayat Quran ataupun Sunnah (Hadits) Nabi yang menegaskan bahwa bangunan fisik sebuah masjid harus berwarna tertentu: putih, hitam, hijau, biru, ungu, jingga dan seterusnya.
Memang dalam sejarah arsitektur Islam di Nusantara, sebagian besar bangunan masjid berwarna dasar putih atau krem atau hijau.
Secara spiritual, dan ini yang penting, nilai dan bobot ketulusan pembangunan sebuah masjid bukan ditentukan arsitektur dan warnanya, tetapi apakah masjid itu mampu membuat jemaahnya merasa nyaman ketika berada di dalam masjid: jemaah merasa seperti ikan dalam air, bukan seperti burung dalam sangkar. Untuk hal yang satu ini, belum tahu juga karena saya memang belum pernah ke Meulaboh.
Lebih jauh, sebagai catatan, warna yang menjadi legasi sejarah Islam justru warna hitam. Panji yang biasa disebut bendera pasukan tentara Islam justru berwarna dasar hitam dengan tulisan kaligrafi kalimat syahadat yang berwarna putih.
Tapi sejauh ini, kayaknya belum ada tuh masjid yang menjadikan hitam sebagai warna dasarnya. Barangkali karena khawatir dituding merujuk pada asumsi atau kesan buruk warna hitam (yang tidak selamanya benar). Sekedar perbandingan, menurut catatan para dealer kendaraan, warna mobil paling laris di Indonesia adalah warna hitam.