Jika pamrih itu diilustrasikan dalam skala 1 sampai 10, maka semakin kecil angkanya, makin besar bobot ikhlasnya. Sebaliknya, makin besar angkanya, semakin tinggi pula tingkat ketidakikhalasannya.
Tapi jujur saya mengakui, saya termasuk salah seorang yang sulit secara maksimal melakoni ungkapan yang mengatakan "berbuat kebaikan tanpa pamrih".
Sebelum lanjut, apa sih itu pamrih? Dalam KBBI, lema pamrih dijelaskan sebagai maksud tersembunyi dalam memenuhi keingingan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Artinya pada setiap pamrih, ada keinginan dan keuntungan pribadi pelakunya.
Dan saya menilai barangkali kurang tepat ungkapan berbuat kebaikan tanpa pamrih. Mungkin lebih tepat kalau disebut "meminimalisir tingkat dan bobot pamrih pribadi" dalam setiap perbuatan kebaikan.
Meskipun terus berusaha, namun sekali lagi, jujur saya termasuk orang yang amat sulit menihilkan (me-nol-kan) tingkat-bobot pamrih dalam setiap perbuatan baik kepada orang lain.
Dan perbuatan baik yang tanpa pamrih biasanya digambarkan sebagai perbuatan yang total tanpa kepentingan pribadi. Artinya, perbuatan itu dilakukan semata karena berharap ridha Allah swt. Meskipun harapan akan ridha Allah swt adalah juga salah satu bentuk pamrih, yang bahkan bersifat sangat personal.
Selain itu, ridha Allah juga tidak mesti selalu identik dengan imbalan pahala, yang sekali lagi bersifat sangat personal.
Perbuatan yang dilakukan semata untuk mendapatkan ridha Allah swt adalah jenis perbuatan yang dilakukan semata karena mengikuti perintah Allah dan Nabi-Nya. Itu saja: mengikuti perintah.
Menjelang dan selama periode lebaran Idul Adha 2021/1442H yang jatuh pada Selasa, 20 Juli 2021, yang disimbolkan dengan pengurbanan, adalah momentum untuk berusaha melatih diri meminimalisir tingkat pamrih dalam setiap perbuatan baik, termasuk ketika kita mungin ikut berqurban: membeli dan menyembelih hewan qurban.