Suasana di Bandara Schiphol, Amsterdam, Belanda, yang biasanya ramai penumpang berangkat-dan-datang, pada hari Jumat pagi, 10 April 2020, tampak seperti hall gedung pertunjukan yang lagi liburan, senyap terbengkalai. Terlihat hanya satu dua orang berlalu lalang, plus sejumlah aparat keamanan. Semua outlet restoran, cafe, toko souvenir, money changer, super market di lingkungan bandara Schiphol pada tutup. Di beberapa titik terpampang pengumuman: keep distance 1.5 meters (jaga jarak 1,5 meter).
Dari 15 counter check-in di Terminal-3, yang khusus untuk penerbangan internasional, pada hari itu, hanya satu counter yang buka: counter check-in Garunda Indonesia, yang melayani penerbangan ke Jakarta (CGK) dengan hanya 59 penumpang.
Counter Garuda yang biasanya dibuka di counter nomor 30, terlihat sepi. Satu dua penumpang melakukan check-in. Tak ada antrian. Di jejeran meja counter itu, terlihat tirai plastik tembus pandang, yang membatasi antara penumpang dan petugas check-in. Para penumpang menyerahkan tiket dan paspor melalui lobang kecil di tirai plastik itu.
Untuk tetap menjaga jarak antar penumpang di pesawat jenis Boeing 777-300er itu, dari seorang calon penumpang diperoleh gambaran tentang lay-out pengaturan kursi penumpang: semua kursi pesawat bagian tengah dari depan sampai belakang dikosongkan. Hanya kursi yang bersisian dengan jendela kanan-kiri yang diisi.
Sekedar catatan, sebelum wabah covid-19, Garuda Indonesia melayani penerbangan AMS-CGK sebanyak 6 kali seminggu. Lalu frekuensinya sempat dikurangi menjadi hanya 4 kali seminggu. Selanjutnya, sejak 8 April 2020, Garuda Indonesia hanya mempertahankan 2 (dua) kali flight seminggu: Senin dan Jumat saja.
Sementara penerbangan dari Jakarta (CGK) ke Amsterdam (AMS) setiap Kamis dan Minggu.
Berdasarkan keterangan seorang petugas ground handling Garuda di Amsterdam, penumpang dari Amsterdam ke Jakarta memang sangat minim. Tetapi penumpang dari Jakarta ke Amsterdam relatif banyak, rata-rata masih di atas seratus orang, dan umumnya warga negara asing. Hanya satu dua warga negara Indonesia.
Dan para penumpang warga asing (dari Jakarta ke Amsterdam) itu tidak seluruhnya warga Belanda. Sebagian di antaranya adalah warga dari negara Eropa lainnya. Mereka meninggalkan Indonesia, karena satu dan lain hal/sebab, terbang ke Amsterdam dulu, kemudian dari Amsterdam jalan darat ke negaranya: Jerman, Belgia, Perancis dan negara-negara Eropa daratan lainnya, bahkan termasuk Inggris.
Di tengah seretnya penerbangan antar benua akibat pandemi covid-19, dan setelah hampir semua maskapai menghentikan layanan internasionalnya, Garuda Indonesia berani tampil beda. Dan ini sangat membantu, untuk mereka yang karena tugas ataupun keperluan lainnya harus melakukan perjalanan antar benua. Apalagi penerbangan Garuda Jakarta-Amsterdam-Jakarta adalah non-stop flight selama kurang lebih 14 jam. Jadi nggak ribet transit di negara lain.
Karena itu, melalui artikel ini, secara pribadi dan mewakili beberapa sahabat di Belanda dan sejumlah kolega di negara Eropa lainnya, saya ingin menyampaikan salut jempol pada management Garuda Indonesia. Sebab mempertahankan penerbangan Jakarta-Amsterdam-Jakarta, meskipun hanya dua kali sepekan, sungguh kebijakan yang berani. Karena di tengah wabah covid-19, jumlah penumpang pasti menurun drastis. Artinya penerbangan dua kali sepekan itu tidak semata perhitungan ekonomis. Saya menilainya sebagai penerbangan yang lebih kental "layanan sosial"-nya dibanding perhitungan profitnya.
Bravo Garuda Indonesia: management dan para kru serta semua jajaran ground handling. Stay healty!